Datangi MK, Ahok Hanya Berbekal Argumen dan Tenaga Ahli
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hanya berbekal argumen dan tenaga ahli, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hari Senin (22/8), mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) guna membahas Judicial Review (JR) UU Cuti Kampanye dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang pernah dilayangkannya.
“Ya hari ini datang ke MK tidak pakai pengacara, hanya pakai tenaga ahli. Bawa argumen sederhana saja. PNS 45 hari tidak masuk saja dipecat, kenapa saya harus cuti kampanye di atas 100 hari? Ini kan DKI, kalau sampai dua putaran Pilkada, masakan saya enam bulan tidak bekerja? Tentara dan polisi saja disersi kalau 2-3 bulan menghilang,” ucap Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, hari Senin (22/8) pagi.
MK akan menggelar Sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), hari Senin (22/8), pukul 11.00 WlB, di Ruang Sidang MK dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 60/PUU-XIVI2016 ini diajukan oleh Ahok yang berniat kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2017.
Ahok sebagai pemohon, merasa dirugikan atas ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang dapat ditafsirkan bahwa selama masa kampanye pemohon wajib menjalani cuti. Padahal selaku pejabat publik, pemohon memiliki tanggung jawab kepada masyarakat DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta, termasuk proses anggarannya, dapat terlaksana dengan baik.
Menurut Ahok, penafsiran yang mewajibkan cuti tersebut adalah tidak wajar karena pada hakikatnya cuti merupakan suatu hak sebagaimana tercermin pada hak PNS yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada seharusnya ditafsirakan bahwa cuti selama kampanye adalah hak yang bersifat opsional. Dengan demikian pemohon dapat memilih untuk tidak menggunakan cuti tersebut dan fokus bekerja menata DKI Jakarta sesuai dengan tanggung jawab pemohon sebagaimana dinyatakan daIam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Dalam petitumnya, Ahok meminta MK untuk menyatakan ketentuan UU Pilkada Pasal 70 Ayat (3) tersebut adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Ahok menyatakan kedatangan pertamanya ke MK ini merupakan persiapan awal. “Kan ada dua sampai tiga kali lagi. Nanti disitulah kita akan panggil ahli tata negara untuk menafsirkan apa yang saya maksud itu benar atau tidak,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa ia tak menentang UU yang telah ada, tetapi hanya menuntut keadilan sebagai petahana yang maju kembali dalam Pilkada.
“Sekali lagi, saya bukan menentang. Saya sepakat dan saya katakan kalau mau kampanye wajib cuti, tapi jangan paksa saya. Harus selalu ada keadilan bagi siapa pun,” ujar dia menambahkan.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...