Daun Leilem, dari Bubur Manado hingga Khasiat Antibakteri
SATUHARAPAN.COM – Leilem adalah nama sebuah desa dengan gerejanya yang berarsitektur unik di Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Namun, leilem juga adalah nama tumbuhan yang sangat dikenal di Sulawesi Utara, salah satu bahan untuk membuat tinutuan, bubur manado yang menyehatkan.
Leilem memang sangat populer di Sulawesi Utara. Mengutip hasil studi Lis Nurrani SHut MSc, peneliti muda dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Manado dalam ejournal.forda-mof.org yang dirilis Februari 2019, leilem adalah tanaman endemik di Minahasa, sehingga nama itu diabadikan sebagai nama spesies, Clerodendrum minahassae, Teijsm., et Binn.
Tumbuhan leilem mudah ditemui di pekarangan rumah, sebagai tanaman hias, tanaman pagar, sekaligus diambil daunnya untuk diolah. Daun leilem juga diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional dan beberapa pasar modern di Sulawesi Utara dengan harga relatif terjangkau.
Selain diolah untuk tinutuan dan sayur (sayur leilem), mengutip dari ejournal.forda-mof.org, Ir Dodi Garnadi MSi, Kepala BP2LHK Manado, mengatakan leilem dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap masakan tradisional yang berbahan dasar daging, seperti babi, ayam, ikan, tikus hutan, dan daging hasil buruan lain. Masakan tradisional tersebut sering disebut “ba leilem, ayam leilem” dan lain sebagainya bergantung pada bahan utamanya.
Lis Nurrani menambahkan, leilem diketahui mengandung nutrisi penting untuk meningkatkan imunitas tubuh, berpotensi sebagai suplemen makanan, dan juga potensial sebagai antioksidan alami.
“Berdasarkan hasil analisis pada 100 gram sampel daun leilem, terdapat 389,23 mg Vitamin C, 435,97 mg Vitamin E, dan 32,89 mg kalsium dengan kandungan kalori 349,22 kkal. Identifikasi nutrisi yang terkandung oleh daun leilem menambah nilai manfaat dari spesies ini, tidak hanya untuk menghilangkan rasa lapar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,” ungkapnya.
Tanaman endemik ini, menurut Dodi Garnadi, ternyata juga bermanfaat sebagai penyedia obat tradisional. Sebagian masyarakat adat memanfaatkannya sebagai obat tradisional untuk penyakit seperti gangguan pencernaan misalnya cacingan, maag, sariawan, mangi pada balita, dan sakit perut. Masyarakat juga menggunakannya untuk mengobati hewan peliharaan yang mengalami gangguan pencernaan.
Pemerian Botani Tumbuhan Leilem
Leilem adalah tumbuhan tropis. Tingginya sekitar 2 – 4 meter.
Mengutip dari florafaunaweb.nparks.gov.sg, daunnya berbentuk elips, berwarna hijau gelap, mengkilap. Daun muda memiliki tepi daun bergelombang yang menjadi utuh pada saat dewasa. Tekstur daunnya kusut dengan tulang daun menonjol di antara vena. Rasanya agak sepat, sedikit pahit.
Bunganya tubular, tersusun dalam kelompok kecil di dekat ujung batang. Tabung bunga panjang dan sempit dan ada 5 lobus linier yang terkulai ke bawah. Ada 1 stigma merah muda kemerahan dan 4 benang sari panjang melengkung yang memiliki filamen putih keunguan merah muda di ujung. Bentuk bunga ini mengingatkan pada miniatur air mancur.
Tumbuhan perdu ini membutuhkan pencahayaan terang dari sinar matahari penuh, drainase yang baik, tanah yang tahan kelembaban. Mengontrol ukuran dan bentuk dapat dilakukan dengan pemangkasan teratur. Tumbuhan ini diperbanyak dengan cara stek batang.
Laman Useful Tropical Plants menyebutkan selain nama ilmiah Clerodendrum minahassae, Teijsm., et Binn., di kalangan ahli botani tumbuhan ini juga dikenal dengan nama sinonim Clerodendrum blancoi Náves ex Fern.-Vill., dan Siphoboea commersonii Baill. Dalam bahasa Inggris, mengutip dari laman Chicago Botanic Garden, tumbuhan ini disebut starfish glory bower.
Studi Lis Nurrani menyebutkan leilem dapat ditemukan dan tumbuh dengan baik di variasi ketinggian 1 - 1,324 meter di atas permukaan air laut (m dpl). Ia menyebut contoh di Sulawesi Utara, tumbuhan ini tumbuh dengan baik di Kauditan (0 - 240 mdpl) dan Tomohon (700 - 800 mdpl). Laman Useful Tropical Plants menyebutkan tumbuhan ini didapati tersebar di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia.
Wiwit Zuriati Uno, dalam penelitiannya, “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun Leilem (Clerodendrum minahassae Teijsm., dan Binn.) serta Uji Aktivitas Ekstrak terhadap Beberapa Bakteri Patogen” (tesis untuk mencapai gelar magister Program Studi Magister Farmasi di Universitas Hasanuddin, 2017), menyebutkan leilem adalah salah satu spesies genus Clerodendrum. Genus Clerodendrum tersebar di seluruh dunia dan memiliki lebih dari 500 spesies. Banyak dari genus ini digunakan sebagai obat tradisional dan dimanfaatkan dalam pengobatan secara turun-temurun untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti ia kutip dari studi peneliti T Patel dan N Shrivastava (2007).
Penelitian tentang Khasiat Obat Daun
Membuka-buka berbagai referensi, genus Clerodendrum memang telah dimanfaatkan secara luas untuk mengobati berbagai macam penyakit melalui pengobatan tradisional oleh masyarakat adat di seluruh dunia. Banyak ilmuwan di dunia mengarahkan perhatian khusus untuk mengeksplorasi pemanfaatan, mengidentifikasi kandungan senyawa yang dimiliki, serta aktivitas biologi dari genus ini, termasuk spesies Clerodendrum minahassae.
Leilem yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional di daerah Minahasa, mendorong Susriyani Bontjura dan Krista Veronica Siagian dari Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran, serta Olivia Amelia Waworuntu dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), meneliti efek antibakteri ekstrak daun leilem terhadap bakteri Streptococcus mutans pada tahun 2015,seperti dikutip dari ejournal.unsrat.ac.id.
Karies gigi, menurut ketiga peneliti itu, merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling menonjol di Indonesia. Bakteri utama penyebab karies gigi adalah bakteri Streptococcus mutans. Daun leilem diketahui mengandung senyawa aktif yang berfungsi sebagai antibakteri yaitu, flavonoid, fenol, steroid dan terpenoid. Hasil penelitian mereka menunjukkan ekstrak daun leilem memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans.
Wiwit Zuriati Uno mengakui selama ini, penelitian tentang daun leilem masih sangat terbatas. Mengutip penelitian N Emor (2006), ia menyebutkan senyawa fenolik yang ada pada daun leilem merupakan jenis polifenol dengan aktivitas antioksidan yang berpotensi sebagai terminator radikal bebas.
Wiwit Uno juga mengutip penelitian Conchita Adam, Gregoria SS Djarkasi, Maya M Ludong, Tineke Langi, “Penentuan Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Leilem (Clerodendrum minahassae)” (2013), yang mengatakan ekstrak metanol daun leilem memiliki aktivitas antioksidan berkisar antara 64,83 - 70,12 persen. Penelitian lain dari Lomboan (2015) menyebutkan daun leilem dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 5 persen, 10 persen, dan 15 persen, karena flavonoid yang terdapat di dalamnya dapat merusak membran sel bakteri.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya itu Wiwit Uno melalui penelitiannya, “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun Leilem (Clerodendrum minahassae Teijsm., dan Binn.) serta Uji Aktivitas Ekstrak terhadap Beberapa Bakteri Patogen” (2017), memfokuskan penelitiannya tentang isolasi senyawa aktif antibakteri dari ekstrak daun leilem dan bagaimana karakteristik senyawa aktif antibakteri yang diisolasi.
Jika para peneliti di atas mengeksplorasi kandungan senyawa untuk pengembangan pemanfaatan lebih lanjut sebagai obat, Lis Nurrani memfokuskan penelitian pada nilai manfaat leilem berdasarkan pada pola pemanfaatan yang telah dilakukan masyarakat, serta mengidentifikasi prospek keanekaragaman hayati tanaman ini dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Temuan itu dapat digunakan untuk meyakinkan masyarakat agar tetap konsisten mengkonsumsinya, dan berharap menggugah orang lain tertarik mengonsumsi spesies lokal yang nutrisinya tidak kalah dengan sayuran komersial. Apalagi harganya lebih terjangkau.
“Beberapa alasan yang diungkapkan masyarakat mengenai preferensi mereka mencampurkan daun leilem pada daging adalah untuk membangkitkan rasa gurih pada masakan daging, membuat daging lebih empuk, menghilangkan bau amis pada daging/ikan, dan juga membuat masakan terasa lebih lezat dan sehat,” katanya.
Dodi Garnadi, menambahkan,“Beberapa rekomendasi kebijakan dari penelitian ini adalah membumikan leilem sebagai kuliner khas Sulawesi Utara melalui kreasi masakan, khususnya masakan halal; serta mendorong budidaya tanaman leilem dan mengedukasi masyarakat terkait nilai manfaat daun leilem.”
Mengandung senyawa fenolik, kandungan vitamin C yang tinggi, dan vitamin E, katanya, merupakan indikator kuat daun leilem potensial dijadikan sebagai antioksidan alami yang dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan bahkan kanker.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...