Daur Ulang Sampah dengan Lalat Tentara Hitam
CIKUMPAY, JAWA BARAT, SATUHARAPAN.COM – Prof Dr Ir Agus Pakpahan MS, ahli biokonversi dari Indonesia, mengubah sampah menjadi kompos berkualitas dan pakan ternak dengan bantuan 'lalat khusus'.
Setelah pensiun dari posisi sebelumnya sebagai Deputi Kementerian BUMN bidang Agro Ekonomi, Agus Pakpahan, doktor filosofi di bidang agro ekonomi di Michigan State University tahun1988, ingin belajar lebih banyak tentang ekonomi sumber daya alam.
Dia menemukan topik pengelolaan sampah dan memutuskan untuk mempelajari korelasi limbah organik, agen biologi, kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.
Menurut Agus, ide menggunakan lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF), datang dari ilmuwan senior Dr Darmono Taniwiryono, peneliti utama dari balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Litbang Pertanian.
Sebagai serangga, black soldier fly, atau Hermetia illucens tidak dianggap sebagai hama. Mereka tidak menularkan penyakit atau gangguan pada manusia maupun hewan. Larvanya (BSFL) dapat digunakan untuk pengomposan sampah atau mengubah limbah menjadi pakan ternak.
Agus ingin memiliki sumber protein alternatif untuk peternakan unggas atau ikan di Indonesia yang kini sangat bergantung pada pakan impor yang mahal. Tahap larva black soldier fly (BSFL) mengandung nutrisi penting. Mereka mengandung protein yang sangat tinggi, lemak, asam amino esensial dan juga mineral.
Di Cikumpay, Jawa Barat, Agus berbagi pengetahuannya dengan staf lokal untuk menggunakan BSFL, guna memproduksi pupuk organik berkualitas tinggi untuk perkebunan teh di daerah tersebut.
Agus mengatakan, solusi pengelolaan limbah dengan BSFL bisa berdampak lebih besar jika Indonesia memiliki sistem pemilahan sampah seperti negara-negara barat. Misalnya, di mana sampah organik dan non-organik dipisahkan.
Proses biokonversi, membutuhkan sampah organik dengan jumlah besar sebagai bahan makanan larva. Satu meter persegi BSFL dapat memakan sekitar 15 kilogram sampah per hari.
BSF hanya makan pada hari-hari pertama kehidupan. Ketika mereka di tahap larva. Setelah tahap ini, lalat mulai menjadi kepompong dan menjauh dari sumber makanan, mencari tempat kering.
Di peternakan BSF Cikumpay, jumlah sampah organik yang ditempatkan di reaktor, sedang disesuaikan dengan jumlah belatung dan berapa umur mereka. Tujuannya agar semua bahan makanan dikonsumsi dalam 24 jam
Sampah berubah menjadi kotoran belatung atau Agus menyebutnya pupuk belatung padat, yang dipanen dan disimpan di gudang.
Sementara pupuk belatung cair, dipanen setiap hari dari sekitar 30 persen, jumlah sampah organik buah dan sayur yang dimasukkan ke dalam reaktor.
Peternak menggunakan pupanya untuk menghasilkan bahan pakan ternak kaya protein. Mereka membutuhkan pupa yang panjangnya sekitar tiga sentimeter. Serangga lain yang juga digunakan sebagai pakan unggas adalah mealworm dan kumbang Jepang. (dw.com)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...