Demi Ujian Sekolah, Siswa Suriah Tinggalkan Daerah Kepungan
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Suriah mengizinkan ratusan murid dari dua sekolah di sekitar Damaskus meninggalkan daerah kepungan untuk mengikuti ujian selama seminggu.
Pemerintah ingin menunjukkan bahwa mereka masih menyediakan layanan, gaji, dan uang pensiun di tengah perang saudara yang parah.
Pada hari Sabtu (14/5) dan Minggu (15/5), pasukan pemerintah mengizinkan sekitar 360 siswa dari sekolah di pinggir kota Damaskus, Moadamiyeh, yang dikuasai pemberontak dan 68 siswa dari kota Madaya yang juga dikuasai oleh pemberontak untuk mengikuti ujian sekolah, menurut para aktivis.
Ini adalah pertama kalinya mereka diizinkan untuk meninggalkan kota dalam kurun 302 hari, kata aktivis media Madaya, Abdelwahab Ahmad.
Masa-masa dalam kepungan pasti meninggalkan bekas dalam hasil ujian.
Sekitar 80 persen siswa yang telah ketinggalan pelajaran dalam waktu yang cukup lama dalam satu tahun ini karena kelaparan yang parah, kata Hashem. Selama periode terburuk dalam masa pengepungan, hanya lima atau enam yang masuk sekolah, katanya.
“Mereka berjuang demi hidup mereka, tapi mereka melakukan semua usah untuk lulus ujian” tutur Hashem.
Sejak pemerintah mulai mengizinkan bantuan masuk ke dalam kota awal tahun ini, kesehatan para siswa semakin membaik. “Mereka berolahraga lagi,” kata Hashem. Tapi para guru belum punya waktu untuk mengejar pelajaran yang tertinggal.
Menurut angka PBB, sekitar 400.000 orang tinggal di daerah kepungan dan sulit mendapatkan bantuan kemanusiaan dan pasukan kebutuhan hidup dasar. PBB mengatakan pemerintah bertanggung jawab atas semua pengepungan.
Meskipun daerah kepungan Moadamiyeh diizinkan mengirim para siswa mengikuti ujian, daerah tetangganya, Daraya, diserang dengan misil yang diduga dari pasukan pemerintah, menurut Syrian Observatory for Human Rights, sebuah kelompok aktivis Inggris yang mengawasi konflik tersebut.
Kelompok Dewan Daraya mengatakan serangan misil telah menghanguskan perumahan warga. PBB memperkirakan sekitar empat sampai delapan ribu orang masih hidup di Daraya.
Bantuan kemanusiaan dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC), PBB dan juga Suriah Arab Bulan Sabit (SAC) gagal mengirimkan bantuan ke Daraya hari Kamis (12/5) setelah pasukan pemerintah membuang susu formula untuk bayi dan perlengkapan medis dari truk. Pemerintah telah menolak untuk mengizinkan makanan sebagai bagian dari pengiriman. Itu akan menjadi akses kemanusiaan pertama di Daraya sejak 2012. (al-Arabiya/kav)
Editor : Bayu Probo
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...