Demo Aktivis di Yogyakarta Tolak Revisi UU KPK
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Sejumlah aktivis di Yogyakarta yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Yogyakarta menggelar demonstrasi dengan satu tuntutan besar, menolak revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Demo bertajuk “Jogja Gumregah Aksi Bersama Menolak Revisi UU KPK” tersebut digelar pada Selasa (16/2) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Terdapat tiga hal yang menjadi tuntutan para aktivis dalam demonstrasi ini, yaitu, pertama, seluruh fraksi di DPR RI dapat membatalkan revisi UU KPK dalam sidang paripurna. Kedua, Presiden Joko Widodo tidak mengeluarkan Surat Presiden dan bersama DPR dapat menolak untuk membahas revisi UU KPK, serta menariknya dalam Prolegnas 2015-1019. Ketiga, masyarakat dapat berperan untuk menghukum partai politik pendukung revisi UU KPK dengan cara tidak memilihnya dalam Pilkada 2017.
Menurut Koordinator Aksi “Jogja Gumregah Aksi Bersama Menolak Revisi UU KPK”, Aris Fahrian, revisi UU KPK hanya akan melemahkan posisi KPK sebagai penegak hukum. KPK yang selama ini telah menjadi panutan penegak hukum lain, seperti kepolisian dan kejaksaan, akan terancam eksistensinya.
“Revisi UU KPK itu justru melemahkan posisi KPK. Yang seharusnya dikuatkan itu kepolisian dan kejaksaan, agar keduanya jadi lebih baik seperti KPK,” ujar aktivis dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat), Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada ( UGM) ini.
Senada dengan Aris, Lukas Ispandriarno, akademisi dari Universitas Atma Jaya juga berharap bahwa DPR mampu menggunakan fungsinya untuk menguatkan kinerja KPK, bukan justru sebaliknya, mengeluarkan aturan yang mengarah kepada pelemahan KPK. Secara tegas, selaku akademisi, Lukas menolak revisi UU KPK.
“KPK dengan penegak hukum lain itu perbandingannya seperti bumi dengan langit. Oleh karenanya, DPR seharusnya menggunakan fungsi sebagaimana mestinya dalam mengambil kebijakan untuk memperkuat penegakan antikorupsi di Indonesia” ujar Lukas.
Sebagaimana diketahui, melalui kewenangan legislasi, DPR RI mencoba untuk merevisi UU No. 3 Tahun 2002 Tentang KPK. Upaya ini dinilai terus berkembang seiring dengan telah diagendakannya revisi UU KPK dalam Prolegnas 2016, sekaligus telah disetujui untuk dibahas dalam rapat Badan Legislasi DPR.
Banyak pihak, termasuk para aktvis, menilai bahwa upaya revisi UU KPK tersebut merupakan cara untuk melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi. Pasalnya terdapat poin-poin substantif dan dinilai krusial dalam draft yang diajukan (dibuat 3 edisi) justru melemahkan kinerja KPK.
Poin-poin substantif dan dinilai krusial, namun justru dapat melemahkan kinerja KPK, tersebut adalah, pertama, dibentuk Dewan Pengawas yang memiliki sejumlah kewenangan yang dapat menghambat kinerja KPK. Kedua, terkait penyadapan, selain harus meminta izin Dewan Pengawas, penyadapan hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan.
Ketiga, terkait penyidikan dan penyelidikan, dalam draft revisi UU KPK, KPK tidak dapat mengangkat penyidik maupun penyelidik secara mandiri. Dan, keempat, KPK dapat menghentikan penyidikan penuntutan perkara korupsi atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), di mana saat ini, KPK memiliki hak istimewa, yaitu tidak adanya mekanisme penerbitan SP3.
Jika revisi benar-benar dilakukan dan poin-poin substantif nan krusial tersebut telah diketok palu, maka independensi KPK bisa dipertanyakan. Pasalnya KPK kini tidak bisa leluasa untuk mengambil penyidik secara mandiri, sehingga dikhawatikan akan mendapatkan tekanan dari kiri-kanan dan membuka ruang campur tangan, yang berimbas pada dipertanyakannya tingkat independensinya.
Di luar itu, penyidikan KPK yang tidak pernah surut ke belakang alias tidak pernah mengeluarkan SP3, membuktikan sebagai sebuah prestasi gemilang. Pasalnya hal tersebut menandakan bahwa penyidikan KPK benar-benar matang dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang sulit dibantahkan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...