Demo Referendum Turunkan Presiden Venezuela Berakhir Ricuh
CARACAS, SATUHARAPAN.COM – Aksi demonstrasi menuntut referendum pelengseran Presiden Nicolas Maduro berakhir ricuh, seperti terjadi pada hari Kamis (9/6). Sejumlah polisi antihuru-hara melepaskan tembakan gas air mata dan peluru karet ke arah mahasiswa dari Central University of Venezuela.
Rangkaian aksi demo menuntut Maduro untuk turun dari jabatannya sudah bergulir sejak bulan Maret 2016, dimulai dari kelompok oposisi Venezuela. Krisis ekonomi dan sosial menjadi pemicu di masyarakat yang membuat kondisi memburuk. Aliansi oposisi memulai kampanye untuk menggulingkan Maduro dengan berbagai cara, di antaranya demonstrasi, serta usulan referendum penurunan presiden dan amandemen konstitusi.
“Venezuela saat ini tengah kacau. Mereka berjanji, namun tidak membuktikannya. Yang terjadi justru penderitaan yang terus bertambah, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan penghancuran yang terus terjadi,” kata Ruth Brienco (35), mahasiswa hukum asal Chacao, yang ikut serta dalam aksi demonstrasi seperti yang dilansir dalam laman berita Antara, 13 Maret lalu.
Selain mahasiswa dan warga, Gubernur Negara Nagian Miranda Henrique Capriles juga ikut aksi turun ke jalan. Miranda yang memimpin aksi itu sempat berdebat dengan aparat polisi karena polisi tidak membolehkan pengunjuk rasa masuk ke gedung Mahkamah Pemilu di Caracas pada hari Rabu (7/6). Mereka menuntut untuk segera disahkannya penggalangan tanda tangan yang meminta referendum terhadap Presiden Nicolas Maduro. (AFP)
Editor : Sotyati
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...