Democratic Governance Penting, Pegiat Pendidikan Terwakili
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Koordinator Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengemukakan bahwa Democratic Governance penting karena aspirasi dari rakyat, atau para pegiat pendidikan akan lebih terwakili.
Hal ini Febri kemukakan di hadapan para kepala sekolah se-DKI Jakarta dalam seminar menyongsong Hari Guru Internasional dengan tema Mewujudkan Revolusi Mental Melalui Transparansi Anggaran Pendidikan Dan Pendindakan Korupsi Dalam Pendidikan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerja sama dengan Federasi Serikat Guru Indonesia dan Yayasan Cahaya Guru pada Selasa (7/10) di Gedung Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
“Saat ini pemerintah dalam mewujudkan transparansi di segala bidang mereka mendengung-dengungkan Good Governance atau Clean Governance yang artinya pemerintahan yang baik dan bebas korupsi, akan tetapi bagi ICW maka Democratic Governance adalah opsi yang kami pilih, karena dalam segala sektor maka aspirasi rakyat lebih terwakili,” kata Febri.
Febri menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan Democratic Governance tidak ada kepentingan atau sekat-sekat politik yang memisahkan kepentingan satu dengan yang lain, karena aspirasi rakyat langsung terwakili tanpa dicampuri kepentingan politik.
Febri menyayangkan apabila korupsi terjadi pada sektor pendidikan karena ini merupakan sektor strategis untuk pencetak generasi masa depan bangsa.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, maka Febri meneruskan, saat ini di setiap institusi pendidikan mulai dari pendidikan dasar (dikdas) dan pendidikan dasar menengah (dikmen) harus memiliki komite sekolah yang netral, karena komite sekolah merupakan sarana menjembatani antara siswa dengan pihak sekolah apalagi siswa atau orang tua murid dengan institusi kedinasan.
Febri memberi contoh apabila di sekolah banyak ditarik sumbangan maka komite sekolah harus pro aktif mencari tahu sedalam apa sumbangan tersebut apakah bermanfaat atau tidak bagi perkembangan peserta didik, atau hanya menguntungkan pihak sekolah.
"Bukan berarti orang tua murid tidak mau menyumbang, tapi mereka punya hak untuk tahu dana itu digunakan untuk apa, apakah itu sudah didanai BOS (Bantuan Operasional Sekolah) atau BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) atau tidak," Febri melanjutkan.
Apabila peserta didik mengalami kendala dalam mengemukakan aspirasi maka setidaknya dia harus mengadukan ke tingkat yang lebih tinggi yakni dewan, akan tetapi Febri mengingatkan bahwa anggota dewan harus benar-benar wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan para peserta didik yang mengalami ketidak adilan.
“Kalau wakil rakyat itu tidak memperjuangkan, maka di pemilihan legislatif berikutnya tidak usah kita pilih dia, kan kita bisa kasih pelajaran politik ke anak kita,” Febri mengakhiri penjelasannya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...