Deregulasi Minol Masih Belum Jelas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Perdagangan telah merilis 32 paket kebijakan yang rencananya akan dideregulasi dan didebirokratisasi. Hingga saat ini beberapa dari 32 paket kebijakan itu masih dibahas dalam rapat koordinasi terbatas (Rakortas) lintas kementerian dan lembaga, di antaranya adalah terkait minuman beralkohol (minol).
Dalam poin yang ketiga di delapan paket deregulasi yang dirilis oleh Kemendag, tertulis Perdirjen Dagri merevisi Perdirjen Dagri No. 4/2015 yang melaksanakan Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol, untuk menegaskan kembali peran Pemda dalam pengaturan penjualan minuman beralkohol golongan A di wilayah masing-masing dan mendefinisikan secara terperinci pengertian tempat penjualan eceran lainnya.
Namun, proses ini masih dalam pembahasan dan belum diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas sehingga kepastian deregulasi minol ini masih belum jelas.
Ketika dikonfirmasi, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina mengatakan sebenarnya tidak ada yang harus diregulasi jika peran Pemda yang dipertanyakan. Menurutnya, peran Pemda telah jelas tercantum dalam Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 pasal 14.
“Kemudian ada Permendag 20 yang kemudian diubah menjadi Permendag No 6 sebetulnya di Permendag No 20 itu secara jelas sudah memberikan kewenangan kepada Pemda kabupaten/kota di Pasal 14 yang menyatakan jadi intinya minol yang diperdagangkan secara ecer itu adalah toko bebas bea, kemudian toko pengecer adalah supermarket, hipermarket, minimarket, dan toko pengecer lain. Ada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh pemda berdasarkan karakteristik daerah dan budaya lokal. Berarti sebenarnya kewenangan Pemda ada di Permendag No 20, dong, nggak ada lagi harus ubah aturan Dirjen,” kata dia di Kemendag Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat, hari Jumat (18/9).
Kemudian, kata dia, Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 itu diganti dengan Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 yang hanya mengubah penjualan minol di minimarket. Sisanya, sama dengan Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014.
“Artinya permintaan di dalam rakortas yang meminta bahwa lokasi itu perlu diubah atau dipertegas menurut kami sudah ada di Permendag No 20. Sampai saat ini belum ada perubahan. Kan yang diminta di rapat itu hanya lokasi. Lokasi itu sudah ada di Pasal 20. Nah lokasi itu tidak diminta bahwa minimarket dihapuskan,” kata dia.
Hingga saat ini peraturan terkait minol tetap berlaku dan Kemendag hanya mempertegas lokasi-lokasi tertentu itu. Sisanya, akan diserahkan kembali kepada pemda.
Dari pihak pengusaha, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Roy N Mandey berharap peraturan terkait area penjualan minol ini harus ditinjau ulang. Dia juga mengungkapkan bahwa setelah ditetapkan peraturan penjualan minol di minimarket, penjualan minol secara ilegal justru meningkat. Bahkan, ada yang menjualnya secara terang-terangan di depan toko ritel tersebut.
“Kalau di perdagangan ironisnya adalah ketika Permendag ini berjalan beberapa toko ritel kita melihat di depan toko itu terjadi transaksi black market (ilegal). Orang membuka bagasi kemudian mentransaksikannya di depan toko ritel kita,” kata dia.
Bahkan, lanjut dia, ada beberapa industri yang sekarang akan memindahkan pabriknya ke negara lain, mem-PHK-kan karyawannya bahkan beberapa daerah yang memiliki usaha patungan dengan BUMD itu berkurang pendapatannya.
Selain pengusaha, DPR dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berharap aturan terkait minol ini direvisi. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Subagyo, mengatakan aturan tersebut membuat investor ragu karena menimbulkan ketidakpastian hukum.
Namun, pihaknya akan melakukan penyesuaian sehingga undang-undang yang disusun tidak bertentangan dengan kebijakan ekonomi pemerintah.
Editor : Sotyati
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...