Greenpeace: Praktik Alih Muat Sembunyikan Ikan Ilegal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Greenpeace Indonesia mengatakan praktik alih muat di laut memungkinkan untuk menyembunyikan ikan ilegal melalui penggabungan dengan ikan legal.
"Praktik alih muat di laut memungkinkan `pencucian` hasil dari pencurian ikan," kata juru kampanye laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution dalam peluncuran Laporan Peringkat Pengalengan Untuk Indonesia dan Filipina Tahun 2015, Jakarta, hari Senin (21/9).
Ia mengatakan praktik "pencucian" itu adalah praktik di mana penangkapan ikan tuna secara ilegal dapat disembunyikan dan dibaurkan dengan ikan tuna yang ditangkap secara legal.
Ia mengatakan keterlacakan pada rantai suplai tuna sering dikompromikan di industri pengalengan.
Tanpa adanya catatan seksama dan transparan yang disimpan dan penerapan protokol ketelitian yang dipatuhi, maka industri pengalengan dapat dengan mudah menggabungkan berbagai kandungan dan spesies tuna secara bersama-sama.
Akibatnya, pengalengan itu menciptakan produk yang tidak jelas dan menyulitkan konsumen untuk membuat pilihan yang baik.
Menurutnya, pengalengan harus memastikan bahwa ikan tuna yang diolah adalah ikan tuna dewasa sehingga dapat mendorong prinsip keberlanjutan sumber daya perikanan.
Hingga saat ini, menurut Arifsyah, masih ada praktik yang memakai jaring lingkar sehingga ikut menangkap ikan berukuran kecil bahkan spesies ikan selain tuna.
Tindakan itu menyebabkan berkurangnya stok ikan di perairan laut karena ikan yang seharusnya tidak ditangkap namun ikut ditangkap dan diolah di pengalengan.
Padahal, ia mengatakan Indonesia dan Asia Tenggara merupakan salah satu tempat pemijahan ikan tuna di mana ikan kecil berkembang untuk menjadi dewasa.
"Dan ikan kecil seperti ini yang masuk dalam praktik tuna dalam kaleng," ujarnya.
Apalagi, ia mengatakan ada kemungkinan produk tuna dalam kaleng berisikan beberapa jenis tuna yang tidak diketahui konsumen.
Ia mengatakan seharusnya praktik pengolahan dan juga penangkapan ikan tuna mengedepankan pelestarian sumber daya laut dan kejujuran dengan pembuatan produk satu kaleng berisikan satu jenis tuna bukan campuran.
"Kita ingin ajak konsumen terutama retailers (pengecer) yang menjadi mitra hati-hati kalau mau bermitra dengan pabrik pengalengan," tutrrnya.
Untuk itu, ia mengatakan industri pengalengan harus dapat menjamin kualitas dari produk tuna dalam kaleng dan prinsip keterlacakan ikan tuna seperti jenis ikan tuna, cara tangkap, alat tangkap, dan kapal penangkap.
Arifsyah menambahkan pada 2013, jumlah produksi tuna internasional mencapai 7.318.381 ton. Asia menghasilkan lebih dari setengah jumlah itu, yakni 4.769.508 ton.
Sebanyak 39 persen dari produksi Asia datang dari armada Indonesia dan Filipina yang masing-masing sebanyak 1.298.091 ton dan 556.843 ton.
Indonesia, Filipina, dan Thailand adalah produsen dan pengekspor terbesar tuna kalengan.
Pada 2013, ekspor tuna mencapai 8,1 miliar dolar AS. Thailand dengan pangsa pasar 32,63 persen, Filipina sebesar 6,88 persen, dan Indonesian sebesar 4,62 persen.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian pada 2014, sebanyak 6,8 juta metrik ton berbagai jenis tuna ditangkap di seluruh dunia. Dari total itu, sebesar 16 persen berasal dari Indonesia.
Ia menambahkan Komisi untuk Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan atau the Commission for Conservation Southern Bluefin Tuna (CCSBT), sebuah organisasi antarpemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh distribusi tuna sirip biru selatan mengatakan kuota penangkapan ikan tuna itu sebesar 750 ton per tahun untuk menjaga kelestarian ikan tuna di perairan laut.
Sementara, produksi ikan tuna di Indonesia melampaui kuota dari CCSBT itu dengan hasil penangkapan sebesar 1.000 ton per tahun. Dengan demikian, ada kelebihan penangkapan ikan sebesar 250 ton.
Apalagi berdasarkan daftar status kelangkaan suatu spesies dari International Union for Conservation of Nature, tuna sirip biru termasuk spesies dengan status kritis terancam punah. Sementara, penangkap ikan masih tetap menangkap ikan tuna sirip biru di perairan Indonesia.
Untuk itu, ia mengatakan pemerintah harus lebih gencar mendorong industri penangkapan ikan tuna agar menangkap ikan secara berkelanjutan sehingga tidak merusak kesehatan laut. (Ant)
Editor : Sotyati
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...