Desainer Indonesia di Pesta Mode Jepang
SATUHARAPAN.COM – Desainer dan label Indonesia Fashion Forward menampilkan koleksi mereka di Mercedes-Benz Fashion Week Tokyo 2014-15 A/W (autumn/winter), 17 Maret lalu.
Toton Januar dan ETU, label yang dikeluarkan Restu Anggraini, seperti diberitakan Diaz Parzada, Creative Director Jakarta Fashion Week, berhasil memukau para fashionistas dan jurnalis dari berbagai penjuru dunia. Karya mereka bahkan dimuat di akun Instagram Vogue Italia.
Toton Januar, desainer kelahiran Makassar, mengembangkan bakatnya dalam desain pada umur yang masih muda. Ia pindah ke Jakarta, memperoleh gelar sarjana di Media Broadcasting saat sedang bekerja sebagai perancang untuk salah satu desainer fashion terkemuka di Indonesia.
Pekerjaan dan kariernya sebagai model memainkan peran penting dalam membentuk pandangan awalnya pada mode dan seni. Ia kemudian mengambil kursus fashion di Parsons New School of Design, New York. Barulah setelah itu Ia meluncurkan TOTON the label untuk menjawab kebutuhan wanita modern akan gaya yang individual.
TOTON the label menawarkan keunikan pada pakaian wanita dengan membuat ide-ide baru untuk wanita dengan gaya gaya individual yang kuat. Menggambar inspirasi dari keindahan alam Indonesia dan budaya yang beragam, label ini menekankan pada merancang artikulasi, pencampuran unsur tradisional dengan modern, tampilan yang memukau.
Toton, bersama Restu Anggraini, pemilik label modest wear ETU, terpilih menjadi peserta program Indonesia Fashion Forward, bagian dari rangkaian Jakarta Fashion Week.
Tahun sebelumnya, dua label peserta program Indonesia Fashion Forward, NurZahra dan Major Minor juga menampilkan karya terbaik mereka di ajang fashion paling bergengsi di Asia, Tokyo Fashion Week 2014/15 A/W yang digelar pada 19 Maret 2014 di Shibuya Hikarie. Kedua label kebanggaan Indonesia itu juga sukses menjadi sorotan media internasional selama ajang tersebut berlangsung.
Modest Wear, Busana Muslim
Modest wear adalah istilah baru dari apa yang kita kenal selama ini sebagai busana muslim, yang diperkenalkan ke pasar global.
CEO Femina Group dan Ketua Jakarta Fashion Week 2013 Svida Alisjahbana, dalam suatu peragaan busana Muslim tahun lalu, mengatakan usaha kreatif busana Muslim sudah menjadi bagian dari Jakarta Fashion Week, agenda kegiatan tahunannya.
Melihat potensinya desainer busana Muslim diikutsertakan dalam program Indonesia Fashion Forward, inisiatif nirlaba yang berfokus pada pengembangan kapasitas label fashion Indonesia agar siap bersaing di pasar internasional. Para desainer dibimbing pakar fashion kelas dunia untuk mempertajam kreativitas, mengidentifikasi problem dan solusi yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis, serta memahami strategi branding, analisis penjualan, strategic partnership, dan jurus menembus pasar global.
Program ini merupakan hasil kolaborasi Jakarta Fashion Week, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, British Council, dan Center for Fashion Enterprise (CFE). Berbasis di London, CFE merupakan inkubator bisnis fashion yang mendukung pengembangan label-label baru dan para perancang untuk memastikan keberlangsungan dan kesuksesan di pasar internasional. Melalui program Indonesia Fashion Forward, para desainer juga secara konsisten mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karyanya di berbagai event fashion dalam negeri hingga kelas dunia.
Desainer busana Muslim, menurut Svida, selalu melakukan berbagai terobosan melalui karya-karya mereka. Karya-karya mereka juga selalu ditunggu oleh fashionistas dalam negeri dan menginspirasi perkembangan fashion industri busana Muslim dunia.
Besarnya nilai belanja untuk pakaian Muslim/Muslimah, mendorong pelaku usaha Indonesia untuk ikut serta meraih potensi yang besar tersebut. Merujuk data Thomson Reuters dalam State of The Global Islamic Economy 2012, nilai belanja yang dikeluarkan Muslim dunia menyentuh angka US$224 miliar (setara Rp 2.904 triliun) untuk belanja pakaian dan sepatu pada 2012.
Jika dibandingkan total belanja pakaian penduduk dunia, angka ini mewakili 10,6 persen.
Diprediksi angka itu melonjak hingga US$322 miliar (setara Rp 4.302 triliun) pada 2018, atau mencapai 11,5 persen dari pengeluaran global. "Nilai sebesar itu harus dapat diraih oleh pelaku usaha pakaian Muslim, termasuk di Indonesia," kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Kabinet Indonesia Bersatu, Sapta Winandar kepada Bisnis.com, 4 Juni 2014.
Di antara negara-negara OKI, dalam sektor perdagangan busana Muslim saat ini Bangladesh menempati posisi paling tinggi dengan nilai ekspor sebesar US$22 miliar (Rp 285,35 triliun) disusul Turki US$14 miliar (Rp 181,4 triliun). Indonesia berada di angka US$7,18 miliar (Rp 233,23 triliun), diikuti Pakistan dengan US$3,7 miliar dan Maroko dengan US$2,9 miliar.
Meski demikian, masih ada tantangan yang perlu diwaspadai pengusaha busana Muslimah terkait persaingan pasar di sektor ini.
Menurut catatan Kemenparekraf pada era Menteri Mari Elka Pangestu, pemain besar yang lebih dulu menjual produk di pasar busana Muslim dunia dan punya brand kuat, di antaranya Shurk (Yordania), Rabia Z dan Balqees (Uni Emirat Arab), Tekbir dan Armine dari Turki, serta Islamic Design House yang berbasis di Inggris.
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...