Dewan Adat Dayak Kalteng Tolak Peraturan Menteri Pertanian
PALANGKA RAYA, SATUHARAPAN.COM - Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah menolak Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, Sabran Achmad, di Palangka Raya, Selasa (26/11) mengatakan, Permentan itu menggugurkan kewajiban perusahaan perkebunan membangun dan menyediakan 20 persen kebun dari lahannya kepada masyarakat.
"Bagaimana masyarakat bisa membuka kebun sawit kalau harus mengeluarkan dana sendiri. Sekarang ini membuka kebun sawit membutuhkan dana besar, bahkan bisa mencapai Rp50 juta per hektare. Dari mana dapat dananya?" tambah dia.
Pasal 15 Permentan itu hanya menyulitkan masyarakat di provinsi tersebut, karena perusahaan perkebunan hanya berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat yang berada di luar areal usaha.
Bertentangan
Dia mengatakan, Peraturan Daerah (Perda) Kalteng justru mengharuskan perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan (IUP) maupun izin usaha perkebunan untuk budidaya (IUP-B) menyediakan plasma 20 persen dari lahan miliknya.
"Permentan itu jelas sekali merugikan masyarakat, dan menunjukkan pemerintah pusat tidak perduli terhadap masyarakat dan lebih berpihak kepada investor," kata dia.
Selain itu, lanjut Sabran, Permentan banyak kelemahan, termasuk masalah ketersediaan lahan masyarakat serta jumlah keluarga yang layak mendapat bantuan. Untuk mendapat bantuan, masyarakat harus memiliki sertifikat tanah. Padahal, sebagian besar masyarakat Kalteng di pedesaan belum memiliki sertifikat atas lahan milik mereka.
"Permentan No 98/2013 juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) nomor P.17/Menhut-II/2011 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi," kata dia.
Pasal 4a Permenhut mengatur kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi akan dilepas untuk kepentingan pembangunan perkebunan. Penglepasan itu diatur dengan komposisi 80 persen untuk perusahaan perkebunan dan 20 persen untuk kebun masyarakat dari total luas kawasan hutan yang dilepaskan dan dapat diusahakan oleh perusahaan perkebunan.
Sabran menduga ada suap dengan adanya pasal yang bertentangan ini. Sebab, lebih mengutamakan kepentingan perusahaan daripada masyarakat dan bertentangan dengan aturan lain.
Dia menyebutkan bahwa penolakan itu akan disampaikan ke Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten kota se Kalteng dan Majelis Adat Dayak Nasional. (Ant)
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...