Dewan Gereja Dunia dan Desmond Tutu Singgung Rasisme di AS
SATUHARAPAN.COM – Dalam perjalanan ke Konsultasi Pembangunan Perdamaian dan Rekonsiliasi di Johannesburg, Sekretaris Umum Dewan Gereja Dunia (World Council Churches/WCC) sempat mampir mengunjungi Penerima Nobel Perdamaian dari Afrika Selatan Desmond Tutu. Keduanya sempat membahas rasisme di Amerika Serikat (AS).
Sekum WCC, Rev. Dr Olav Fykse Tveit, ke Cape Town untuk berbicara dengan Uskup Agung Emeritus Tutu, kepala gereja Anglikan di Afrika Selatan selama hari-hari apartheid bergolak.
Diawali pertemuan dengan penerima Nobel Perdamaian 1984, Tutu adalah pada Selasa (7/6) keesokannya, Tveit mengunjungi Robben Island dan sel tahanan 4664, tempat Nelson Mandela menghabiskan 27 tahun sebagai tahanan apartheid di sana.
Tveit dan Tutu membahas peran WCC, situasi di Afrika Selatan yang akan menyelenggarakan pilkada tahun ini, Afrika pada umumnya, dan konflik di Israel dan Palestina.
Tutu adalah Uskup Agung berkulit hitam pertama Cape Town dan Uskup Gereja Provinsi Afrika Selatan (sekarang Gereja Anglikan Afrika bagian Selatan).
Kedua pemimpin gereja membahas situasi pengungsi di Afrika Selatan sekitar 300.000 orang dari negara-negara Afrika lainnya mencari perlindungan. Mereka juga membahas xenophobia—curiga pada orang asing—yang menonjol dalam sentimen anti-migran.
“Mereka memberi kami tempat berlindung saat itu ketika kami membutuhkannya dalam perjuangan,” Tutu memberi tahu Tveit tentang betapa banyak negara Afrika yang menerima pengungsi dari Afrika Selatan pada masa perjuangan melawan apartheid.
Dalam percakapannya dengan Tveit, Tutu berbicara tentang WCC, “Kami tidak akan pernah memenangkan perjuangan [melawan apartheid] tanpa dukungan dari keluarga ekumenis internasional.”
“Kami juga berbicara tentang ekspresi baru rasisme di semua benua, terutama tentang situasi di Amerika Serikat,” kata Tveit setelah pertemuan.
“Dia [Tutu] berbagi beberapa refleksi tentang proses betapa kebenaran dan rekonsiliasi dapat berkontribusi dalam satu sisi untuk menangani konflik rasisme.”
Pada tahun 1996, Tutu ditunjuk oleh Presiden Nelson Mandela untuk mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi—badan yang menyelidiki pelanggaran HAM berat selama apartheid dan dilihat sebagai memainkan peran penting dalam mencegah tragedi pasca-apartheid.
Mengomentari rasisme Tutu memberi tahu Tveit, “Apa yang kita pelajari dari sejarah manusia adalah bahwa kita tidak belajar dari sejarah manusia.”
Tveit berkomentar, “Mendengarkan dan berbicara dengan Desmond Tutu selalu Inspiratif. Dia punya warisan dan visi yang dapat dibagikan pada ziarah kami menuju Keadilan dan Perdamaian.”
“Pengalamannya, kebijaksanaan, dan spiritualitasnya adalah karunia besar untuk gerakan ekumenis karena kami bekerja untuk kesatuan kemanusiaan dan kesatuan gereja di setiap sudut dunia.”
Berikutnya, Tveit akan ke Soweto di Johannesburg, kota utama kulit hitam pada zaman apartheid, mana Tutu dan Mandela keduanya tinggal.
Pada 8 – 11 Juni Sekum akan menghadiri konsultasi bertema “Konsultasi Pembangunan Perdamaian dan Rekonsiliasi: Posisi Gereja” di Soweto, tempat anak-anak kulit hitam bangkit melawan apartheid bidang pendidikan pada tahun 1976.
Konsultasi diselenggarakan oleh WCC dan SACC—Persekutuan Gereja-gereja Afrika Selatan—untuk memberi ruang yang aman di mana gereja yang berasal dari negara-negara konflik atau pasca konflik bisa terlibat dalam bertanya, menantang, dan belajar bersama untuk meningkatkan partisipasi gereja dalam membangun perdamaian dan rekonsiliasi antara gereja dan di masyarakat.
Para pemimpin gereja akan ditantang mengambil peran proaktif dalam melakukan dan mendukung inisiatif untuk perdamaian, keadilan, dan mengatasi kemiskinan.
Konsultasi dihadiri 30 peserta mewakili gereja anggota WCC dari Burundi, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, Nigeria, Palestina, Afrika Selatan, Sudan Selatan, dan Sudan.
Organisasi ekumenis lainnya juga hadir. Misalnya, Forum Regional ACT Alliance, SACC, kementerian khusus yang terlibat dalam pembangunan perdamaian, anggota WCC Komisi Gereja-gereja Urusan Internasional (CCIA), dan staf WCC. (oikoumene.org)
Editor : Eben E. Siadari
BRIN: Duri Landak dapat Jadi Gel Penyembuh Luka
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset terhadap manfaat ...