DGD Kecam Hukuman Mati Perempuan Sudan karena Pindah Agama
SUDAN, SATUHARAPAN.COM – Sebuah pengadilan di Sudan telah memutuskan dan memerintahkan hukuman cambuk dan hukuman mati bagi Mariam Yahia Ibrahim Ishag, dan hal itu mengundang keprihatina n mendalam bagi Sekjen Dewan Gereja Dunia (DGD / World Council of Churches, Dr Olav Fykse Tveit.
Olav mendesak Presiden Sudan, Omar Hassan Ahmad Al - Bashir untuk "mencegah pelaksanaan hukuman yang tidak adil dan tidak bermoral itiu.” Demikian siaran pers yang disampaikan DGD Sabtu (24/5).
Disebutkan bahwa Ishag (27 tahun) adalah seorang perempuan Sudan yang dijatuhi hukuman pidana karena berpindah keyakinan dari Islam ke Kristen. Dia dituduh melakukan perzinahan untuk menikah dengan pria Kristen, menurut laporan media yang dikutip WCC.
Dalam suratnya kepada Presiden Sudan, Omar Hassan Ahmad Al - Bashir, yang dikirim pada Jumat (23/5), Tveit menyatakan terkejut atas keputusan pengadilan itu. "Apakah Mariam Yahya Ibrahim Ishag lahir dari orangtua Muslim atau orangtua Kristen, keputusan itu bertentangan dengan isi dan semangat dari konstitusi Sudan," kata Tveit. Menurut konstitusi Sudan, dia menambahkan, semua warga negara memiliki "hak untuk kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah."
Tveit mengatakan bahwa pihaknya menecam keputusan bagi Mariam Yahya Ibrahim Ishag yang melanggar prinsip dasar hukum hak asasi manusia internasional yang juga terkandung dalam konstitusi Sudan sendiri.
Hamil 8,5 Bulan
Sementara itu, New York Daily News menyebutkan bahwa Mariam Yahya Ibrahim Ishag tengah hamil, dan dia dipenjara bersama anaknya, Martin, yang berusia 20 bulan. Dia menikah dengan Daniel Wani yang tinggal di Manchester, Inggris.
Keputusan untuk menghukum mati perempuan ini dengan digantung karena pindah agama, dan hukuman cambuk untuk "perzinahan" telah dikecam oleh berbagai organisasi dan negara.
Daniel Wani diizinkan mengunjungi istrinya untuk pertama kalinya pada hari Senin lalu. "Kakinya dibelenggu. Kakinya bengkak," Tina Ramirez, kata direktur eksekutif Hardwired, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Amerika Serikat yang menentang penganiayaan karena agama, seperti dikutip New York Daily News.
"Sungguh tak masuk akal. Dia tengah hamil delapan setengah bulan hamil,” kata dia menambahkan.
Permintaan Wani untuk membatalkan eksekusi atas istrinya, dan para pejabat Sudan mengatakan tidak akan dilakukan sampai Mariam Yahya Ibrahim Ishag melahirkan dan perawat bayinya.
Namun Daniel Wani tidak diizinkan untuk merawat Martin, karena dia seorang Kristen, dan putranya itu dianggap sebagai Muslim.
Wani sekarang tinggal di Manchester dengan saudaranya Gabriel, dan mengatakan bahwa adiknya telah kembali ke rumah untuk melakukan segala sesuatu yang dia bisa upayakan untuk menyelamatkan istrinya .
Gabriel Wani mengatakan, "Saya hanya berdoa kepada Allah bahwa Dia bisa melakukan keajaiban bagi setiap orang yang depresi. Anda tidak percaya ini mengejutkan... "
Sudan berpenduduk mayoritas Muslim dan menjalankan hukum Islam. Dalam hukum itu bahwa murtad atau meninggalkan keyakinan dan agama untuk memiliki keyakinan dan agama lain sebagai kejahatan.
"Fakta bahwa seorang perempuan telah dijatuhi hukuman mati karena pilihan agamanya, dan hukuman cambuk karena menikah dengan seorang pria yang beragama berbeda adalah mengerikan dan menjijikkan,"kata Manar Idriss, seorang peneliti pada Amnesty International Sudan, dalam sebuah pernyataan.
"Perzinahan dan murtad adalah tindakan yang tidak boleh dianggap kejahatan sama sekali. Ini adalah pelanggaran mencolok hukum hak asasi manusia internasional,” kata dia menegaskan.
Ibu Seorang Kristen
Mariam Yahya Ibrahim Ishag ditangkap pada bulan Agustus tahun lalu, setelah kakaknya, seorang Muslim, mengadukan dia dan suaminya di pengadilan Halat Kuku, Khartoum Utara atas tuduhan "perzinahan" berdasarkan pasal 146 hukum pidana Sudan, karena pernikahannya dengan seorang Kristen.
Saudara Mariam itu mengatakan bahwa dia telah hilang selama beberapa tahun, dan keluarganya terkejut mengetahui dia menikah dengan seorang Kristen, padahal dia dibesarkan sebagai seorang Muslim.
Sementara itu, suaminya, Daniel Wani dituduh melakukan da'wah kepada seorang Muslim. Dan akhirnya otoritas Sudan menambahkan tuduhan murtad kepada Mariam. Pengadilan di El Haj Yousif di Khartoum Utara mengenakan pasal “kemurtadan” dan "perzinahan" pada tanggal 4 Maret.
Mariam mengatakan bahwa dia lahir dari ayah seorang Muslim Sudan dan ibu anggota Gereja Ortodoks Ethiopia. Ayahnya meninggalkan keluarga ketika dia berusia enam tahun, dan dia dibesarkan oleh ibunya sebagai seorang Kristen.
Gabriel Wani mengatakan bahwa pengadilan telah memungkinkan Mariam untuk melahirkan anak bulan depan dan menyusui selama dua tahun di dalam penjara di Khartoum, sebelum dijatuhkan hukuman gantung.
Wani, yang datang di rumah keluarganya di Khartoum, mengatakan bahwa dia sedang diawasi dan takut atas keselamatannya, juga istri,anak, dan anak yang akanlahir, kata saudaranya.
Muhammad Al-Nour, pengacara Mariam, mengatakan kepada news.com.au bahwa timnya bangga sebagai umat Islam bisa mewakili dan membela Mariam.
Sebelumnya dalam sebuah persidangan, seorang ulama Islam mengatakan bahwa Mariam berada di dermaga bersama seorang pria, dia dikepung selama sekitar 30 menit, seperti dilaporkan kantor berita AFP.
Namun dia dengan tenang mengatakan kepada hakim, "Saya seorang Kristen, dan saya tidak pernah murtad," seperti dilaporkan berita NBC.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...