Di Afghanistan, Perempuan Mengemudi Langka
KABUL, SATUHARAPAN.COM - Di banyak negara, melihat perempuan mengemudikan kendaraan di jalan adalah pemandangan biasa, bahkan sudah tidak asing melihat perempuan mengemudikan taksi, bus ataupun truk berat di jalan. Tapi di negara konservatif Afghanistan, seorang perempuan menjadi pengemudi merupakan hal yang langka.
Itulah sebabnya ketika seorang perempuan terlihat sedang duduk di belakang kemudi di bagian utara Ibukota Afghanistan, Kabul, beberapa anak kecil yang tengah bermain layang-layang atau menunggang kuda, dan para orang tua yang berada di halaman, menghentikan kegiatan untuk melihat perempuan tersebut dan menjawab rasa penasarannya.
"Saya berusaha mempelajari cara mengemudi sehingga saya bisa menyetir mobil kalau mau pergi ke kampus dan mengunjungi teman ataupun kerabat. Saya juga bermaksud mengemudikan mobil ke kantor bila nanti saya telah lulus," kata perempuan muda yang tak ingin jatii dirinya disebut seperti dilansir dari Xinhua, Minggu (24/8).
Perempuan pengemudi yang berusia sekitar 20 tahun dan mengenakan jilbab itu mengatakan bahwa dia ingin melakukan apa yang dilakukan oleh perempuan-perempuan di negara lain, yang bisa menyetir mobil, bahkan menerbangkan pesawat.
"Mengapa kami tak boleh melakukan itu di Afghanistan?" ia bertanya.
"Kita mesti membuat lelaki dan perempuan setara," kata seorang lagi perempuan pengemudi, yang hanya menyebut namanya Laila kepada Xinhua.
Bukan Larangan Pemerintah
Kaum perempuan di Afghanistan, terutama di pedesaan tempat orang sangat percaya pada tradisi, biasanya memilih tinggal di rumah atau melakukan pekerjaan ringan.
Meski pemerintah tidak melarang perempuan untuk mengemudikan mobil, namun sangat langka bisa melihat perempuan pengemudi di Kabul serta kota besar lain di Afghanistan.
Selama masa kekuasaan Taliban, yang menerapkan hukum secara ketat, perempuan bahkan tak diperkenankan berjalan di luar rumah tanpa memakai jilbab dan tanpa ditemani lelaki dari keluarganya.
Faksi Taliban telah melarang sekolah khusus anak perempuan dan mengurung perempuan di rumah mereka.
Baru setelah Taliban digulingkan pada 2001 perempuan Afghanistan mulai meraih kembali kebebasan mereka.
Pengaruh Taliban
Pendidikan dan pengaruh dari negara demokrasi Barat selama 13 tahun belakangan telah membuat sebagian perempuan menjauhkan diri dari tradisi.
Beberapa perempuan terlihat sedang menyetir di jalanan kota. Perempuan-perempuan Afghanistan saat ini juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, politik dan budaya.
Bahkan kini, ada perempuan yang memangku jabatan di pemerintahan. Ada perempuan di Kabinet dan sebagian menjadi anggota parlemen, wartawati, pedagang, penyanyi dan penampil, kondisi yang tak pernah terdengar selama Taliban berkuasa.
Walaupun aksi perlawanan pimpinan Taliban terus menjadi ancaman bagi keamanan negeri itu, banyak warga Afghanistan, termasuk perempuan, berusaha sungguh-sungguh menggerakkan negara mereka ke arah kemajuan dan kebebasan yang lebih besar.
Seorang pengamat mengatakan perempuan Afghanistan akan memainkan peran utama dalam pemulihan kestabilan di negeri tersebut segera setelah kebuntuan pemilihan umum selesai.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Uskup Suharyo: Semua Agama Ajarkan Kemanusiaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan ap...