Di Rumah Bupati Langkat, Selain Kerangkeng Manusia, Ditemukan Kerangkeng Satwa Dilindungi
LANGKAT, SATUHARAPAN.COM-Kasus Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, yang duitangkap tangan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), meluas karena ditemukannya kerangkeng manusia di rumah pribadinya. Dan sekarang pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mencoba menyelamatkan satwa dilindungi yang juga ada di rumah bupati itu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengakui kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat terang-benderang meski belum bisa mengungkap temuannya. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan pihaknya sudah meminta keterangan dari berbagai pihak, mulai dari saksi sampai keluarga korban kerangkeng.
"Kami tim Komnas HAM setelah kemarin kami melihat langsung kerangkeng yang berada dalam perkebunan tersebut, di belakang rumah bupati, kami tindaklanjuti dengan meminta keterangan dari berbagai pihak," kata Anam dalam keterangan pers virtual, Kamis (27/1).
"Termasuk berbagai saksi, keluarga korban, perangkat infrastruktur di sana, termasuk juga kesehatan dan sebagainya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi," katanya.
Anam mengaku telah melayangkan sejumlah pertanyaan signifikan selama penyelidikan ini. Menruutnya, pertanyaan-pertanyaan diberikan untuk mengidentifikasi apakah ada pelanggaran HAM atau tidak.
"Misalnya, apakah di situ terjadi kekerasan ataukah tidak, apakah di situ terjadi perlakuan tidak manusiawi atau kah tidak, apakah di situ terjadi dinamika yang lain yang potensial terjadi pelanggaran HAM," katanya.
"Kami belum bisa ceritakan apa yang kami dapat. Tapi semakin lama kasus ini semakin terang-benderang bagi kami," katanya.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Bupati Langkat mengungkapkan bahwa kerangkeng itu untuk pembinaan pecandu narkoba
Sebelumnya, kerangkeng manusia ditemukan saat tim KPK mendatangi rumah Bupati Langkat terkait operasi tangkap tangan (OTT) dugaan tindak pidana korupsi pada 18 Januari lalu. Saat itu, tim KPK yang didukung polisi menemukan setidaknya 27 orang menghuni kerangkeng saat akan menggeledah. Disebutkan mereka dipekerjakan sebagai buruh pabrik kelapa sawit, namun tak dibayar.
Kerangkeng Satwa Dilindungi
Tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara akhirnya juga harus mengevakuasi satwa liar yang dilindungi dari rumah pribadi Bupati Langkat non aktif yang berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, pada pada Selasa (25/1).
Latar belakang penyelamatan satwa ini yaitu informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Melalui Balai Besar KSDA Sumatera Utara, berkoordinasi dengan penyidik KPK yang berada di lokasi dan setelah disepakati dapat mengevakuasi satwa-satwa tersebut.
Dari lokasi, tim menemukan beberapa jenis satwa liar dilindungi undang-undang, yaitu satu individu Orangutan Sumatera (Pongo abelii) jantan, satu individu Monyet Hitam Sulawesi (Cynopithecus niger), satu Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), dua individu Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), dan dua individu Beo (Gracula religiosa).
“Pada proses evakuasi satwa liar dilindungi ini, kami melaporkan perkembangannya kepada Dirjen KSDA dan sudah berkoordinasi dengan KPK juga. Selanjutnya, bersama Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera dan lembaga mitra kerja sama Balai Besar KSDA Sumatera Utara Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC), kami melakukan penyelamatan terhadap satwa liar yang dilindungi tersebut,” kata Plt. Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara, Irzal Azhar.
Setelah penandatanganan Berita Acara, Tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara segera mengevakuasi Orangutan Sumatera dan menitipkannya di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin, Sibolangit. Di sana mereka dirawat dan direhabilitasi yang selanjutnya akan dikembalikan ke habitatnya setelah dilakukan kajian kesiapan satwa untuk dapat dilepasliarkan. Sedangkan untuk satwa Monyet Hitam Sulawesi, Elang Brontok, Jalak Bali dan Beo dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit.
Semua satwa yang diamankan oleh petugas tersebut merupakan jenis satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
UU itu mengatur bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Pelanggar bisa dihukum penjara lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta.
Selanjutnya untuk proses hukumnya akan ditindaklanjuti melalui Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...