Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 20:30 WIB | Kamis, 25 September 2014

Dies Natalis STT, Van Dop Ajarkan Nyanyikan Mazmur

Pdt. Drs. Harry A. van Dop (kanan) mengajari peserta kuliah umum Liturgidan Musik Gereja menyanyikan Mazmur di Sekolah Tinggi Telogi (STT) Jakarta pada Kamis (25/9) diiringi musik akustik yang dimainkan oleh Kevin (kiri) dan didampingi oleh Rahel (tengah), dosen STT Jakarta. (Foto: Francisca CR)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sepanjang sejarah, umat Yahudi mendaraskan Mazmur dan puisi-puisi Alkitabiah lainnya dengan cara yang berbeda-beda. Mereka telah mengembangkan berbagai gaya untuk mendaraskan Mazmur, termasuk gaya musik Eropa Utara dan Afrika Utara. Sejalan dengan hal ini, Pdt. Drs. Harry A. van Dop yang pernah menjadi dosen tetap liturgi musik gereja di Sekolah Tinggi Telogi (STT) Jakarta mengemukakan bahwa warga gereja juga bebas memilih menentukan gaya untuk mendaraskan Mazmur.

Kuliah umum yang digelar dalam rangkaian acara Dies Natalis ke-80 STT Jakarta pada Kamis (25/9) sengaja menggundang van Dop dari Belanda untuk menjadi pemateri ‘Liturgi dan Musik gereja’. Dalam kuliah umum ini, van Dop menjelaskan pentingnya nyanian Mazmur serta mengajari para peserta menyanyikan Mazmur tersebut. Ia mengatakan bahwa Kitab Mazmur tidakn hanya untuk dibacakan, tetapi terutama untuk dinyanyikan.

“Patut kita syukuri bahwa belakangan ini di gereja-gereja Indonesia Kitab Mazmur semakin mendapat perhatian. Oleh karena itu, STT Jakarta turut menaruh perhatian terhadap mazmur,” katanya.

Manfaat Pendarasan Mazmur

Mendaraskan mazmur menguntungkan bagi Mazmur itu sendiri. Menyanyikan Mazmur diakui van Dop dapat membantu umat gereja merenungkan kenyataan dunia serta kenyataan hidupnya sendiri. Pendarasan mazmur juga dapat memperkaya kehidupan spiritualitas seseorang.

Mazmur yang dinyanyikan beberapa bait berturut-turut dan sambung menyambung merupakan suatu kesatuan utuh. Tiap-tiap bait memiliki nilai yang dapat dimaknai dan dipetik oleh pendengarnya.

“Kalau kita hanya melagukan satu-satu ayat, maka interpretasinya gampang melesat karena dilepaskan dari konteks untuk menyesuaikannya dengan pemikiran kita sendiri. Seringkali kita memilih ayat yang kita rasa ‘enak’ dengan melewati yang menurut kita kurang enak. Memang tidak semua obat dari dokter manis-manis saja. Ada juga tablet yang pahit dari Mazmur 22:1 ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” van Dop menjelaskan.

Praktik Pendarasan Mazmur

Mendaraskan Mazmur disebut dengan psalmodia. Di dalam Kitab Mazmur, terdapat banyak tanda-tanda yang menolong seorang pendaras menyampaikan makna ayat-ayat yang bersangkutan. Tanda pengambilan nafas merupakan hal penting yang ahrus diperhatikan oleh seorang pemazmur karena apabila salah memenggal kata, makna yang terdapat dalam Mazmur tak dapat disampaikan dengan benar.

Hal utama yang harus diperhatikan oleh pendaras Mazmur adalah penyampaian pesan. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan segala cara yang tersedia dalam suara manusia, termasuk caranya dalam memanfaatkan pengeras suara. Dinamika juga penting diperhatikan karena menyangkut penekanan arti.

Sementara itu, van Dop menjelaskan bahwa secara umum gereja memang boleh menentukan cara masing-masing untuk mendaraskan Mazmur.

“Salah satu cara yang mungkin boleh kita coba ialah cara yang dipakai gereja-gereja Timur Tengah, di mana seorang penyanyi tunggal melagukan doa Mazmur yang ditunjang oleh ‘drone’, yaitu bukan pesawat tak berawak, tetapi interval kwint (lima nada) yang dibunyikan terus-menerus oleh suara-suara humming laki-laki: Re – La, Mi – Si, Fa – Do, atau Sol – Re; boleh ditambah dengan interval La – Mi dan Do – Sol. Interval Si – Fa disebut ‘diabolus in musica’(‘devil/iblis dalam musik’), bukan kwint murni sehingga tak terpakai sebagai drone, sebab nada kelima harus melengkapi nada dasar secara harmoni alam,” van Dop menjelaskan.

Di akhir sesi, Van Dop mengajak peserta kuliah umum untuk menyanyikan beberaya ayat Mazmur dengan cara yang telah diajarkan. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home