Diprotes Israel, AS Tetap Kerja Sama dengan Palestina
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry pada Rabu (4/6) membela keputusan AS untuk bekerja sama dengan Palestina, walaupun mendapat kritikan dari Israel. Ia menekankan pemerintah bersatu Palestina tidak memiliki menteri dari Hamas.
AS, seperti halnya Israel dan Uni Eropa, menganggap kelompok Islamis Hamas sebagai organisasi “teroris”.
Berbicara kepada para reporter di Beirut, Kerry mengatakan Presiden Palestina Mahmud Abbas “menegaskan bahwa pemerintah teknokratik baru ini berkomitmen terhadap prinsip-prinsip non-kekerasan, negosiasi, pengakuan negara Israel, penerimaan perjanjian-perjanjian sebelumnya dan prinsip Quartet.”
“Berdasarkan dari yang kami ketahui saat ini tentang komposisi pemerintah teknokratik ini, yang tidak memiliki menteri dari Hamas dan berkomitmen terhadap prinsip yang saya jelaskan, kami akan bekerja sama dengan mereka sesuai kebutuhan dan sepantasnya.”
Kerry juga mengatakan kesiapan AS untuk bekerja sama dengan pemerintah Palestina tidak berarti mengakui negara Palestina.
Kabinet baru Palestina disumpah pada Senin, setelah sebuah perjanjian rekonsiliasi mengejutkan dicapai pada April antara Hamas dan PLO. Amerika Serikat, UE, PBB, dan Rusia bersedia bekerja sama dengan kabinet tersebut.
Bekerja Sama dengan Pemerintah Baru
Amerika Serikat menjatuhkan dukungannya di balik pemerintah persatuan Palestina yang baru, dan mengatakan akan bekerja sama dengan kabinet yang dilantik Senin, tetapi memperingatkan pihaknya akan mengawasi dengan cermat.
“Pada titik ini, tampak bahwa Presiden (Mahmoud) Abbas telah membentuk pemerintah teknokratik sementara yang tidak termasuk menteri berafiliasi dengan Hamas,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, kepada wartawan.
“Ke depan kita akan menilai pemerintah ini dengan tindakan-tindakannya. Berdasarkan apa yang kita ketahui sekarang, kami bermaksud untuk bekerja sama dengan pemerintah ini,” kata Psaki.
Amerika Serikat “akan mengawasi dengan cermat untuk memastikan bahwa ia menjunjung tinggi prinsip-prinsip” non-kekerasan dan pengakuan negara Israel, katanya memperingatkan.
Lama ditunggu-tunggu, pemerintah persatuan Palestina mengambil sumpah di hadapan Abbas pada Senin, setelah kesepakatan rekonsiliasi bersejarah dengan gerakan Islam Hamas yang telah membuat marah Israel.
Psaki menegaskan, bahwa jutaan dolar bantuan AS ke Otoritas Palestina akan terus dipertahankan, dan mengungkapkan bahwa Menteri Luar Negeri John Kerry telah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Senin pagi.
Tetapi ditanya apakah Israel akan setuju untuk kembali ke meja perundingan setelah menangguhkan pembicaraan pada April, dia mengatakan, bahwa itu akan terserah pemerintah Israel untuk memutuskan.
“Hal ini akhirnya sampai kepada dua belah pihak untuk membuat keputusan yang sulit untuk kembali ke meja perundingan,” kata Psaki. “Jadi kita akan melihat, kita tidak dalam posisi untuk membuat prediksi pada saat ini,” ujarnya.
Obama Dapat Nilai Negatif di Timur Tengah
Sebagian besar warga Timur Tengah menilai pemerintahan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidak berkomitmen terhadap pembentukan negara Palestina dan gagal membantu peralihan kepemimpinan di Mesir, demikian hasil jajak pendapat yang disiarkan Selasa.
Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan bahwa dukungan terhadap Obama dari warga negara-negara Arab masih di bawah 50 persen.
Zogby Research Services (ZRS) menyurvei sekitar 7.000 orang di Mesir, Yordania, Lebanon, Maroko, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab plus Palestina pada Maret lalu. Organisasi tersebut menanyakan kepada responden sejumlah persoalan penting yang dihadapi dunia Arab pada 2014, termasuk di antaranya mengenai perundingan nuklir Iran.
“Di sebagian besar negara-negara Arab, penilaian terhadap Amerika Serikat saat ini seperti mengulangi hasil tahun 2009 dan masih lebih tinggi dibanding era pemerintahan George Bush,” kata ZRS.
Beberapa pekan setelah perundingan damai Israel-Palestina gagal, jajak pendapat tersebut menemukan bahwa sebagian besar warga Arab, “menilai Amerika Serikat tidak adil dalam pendekatannya terhadap proses perdamaian kedua pihak.”
Para responden juga menyatakan “tidak yakin terhadap komitmen Amerika Serikat mengenai pembentukan negara Palestina merdeka.”
Sementara itu mengenai persoalan Suriah, para responden sebagian besar mendukung upaya Amerika Serikat untuk menyelesaikan perang saudara yang menewaskan lebih dari 162.000 orang di negara tersebut melalui jalan damai.
Mayoritas dari mereka mengatakan bahwa Amerika Serikat harus “memberi perhatian lebih terhadap krisis kemanusiaan yang dialami oleh pengungsi Suriah.”
Meskipun demikian, survei itu menunjukkan dukungan kecil terhadap bantuan militer Amerika Serikat kepada kelompok gerilyawan untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad -- termasuk di antaranya adalah pemberian senjata.
Di Maroko dan Lebanon, 70 persen responden menilai Amerika Serikat harus “menarik diri dari Suriah karena peperangan di wilayah itu bukan merupakan urusan Washington.”
“Antara sepertiga dan setengah responden juga mengatakan bahwa Amerika Serikat harus menolak permintaan kelompok oposisi Suriah yang menginginkan persenjataan canggih,” kata ZRS.
Mengenai gejolak politik di Mesir, sebagian besar responden merasa bahwa pemerintah Amerika Serikat menunjukkan lebih banyak dukungan terhadap mantan Presiden Hosni Mubarok dibandingkan terhadap penggantinya Muhammad Mursi ataupun pemerintah sementara di negara tersebut.
Sebagian besar responden juga mendukung perundingan nuklir Iran meskipun mereka skeptis upaya tersebut akan berhasil. (AFP)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...