Dirut Pertamina Mengundurkan Diri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan ingin berkarir di luar perusahaan, yakni mengajar di Universitas Harvard dan mengurus keluarga.
"Surat pengunduran diri Ibu Karen sudah kami terima, dan memenuhi permintaan tersebut," kata Menteri BUMN Dahlan Iskan, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (18/8).
Menurut Dahlan, pemegang saham tidak bisa lagi menahan Karen untuk tetap memimpin Pertamina.
"Harvard Univesity sudah terus menyurati agar Karen siap dan langsung mengajar di sana," kata Dahlan.
Sesungguhnya, ujar Dahlan, Karen sudah cukup lama berkeinginan untuk mundur dari Pertamina, namun karena sumbangsihnya masih dibutuhkan maka selalu ditolak.
Karen sendiri sudah berkarir selama 6 tahun di perusahaan energi "plat merah" tersebut.
"Selama di Pertamina, Karen mencurahkan seluruh kemampuannya. Karen mampu menyelesaikan banyak persoalan," katanya.
Dahlan juga mengapresiasi perempuan lulusan Sarjana Teknik Fisika ITB tersebut, yang sukses membawa Pertamina masuk jajaran perusahaan terkemuka di dunia dalam 500 Global Fortune.
Meski begitu Dahlan menampik isu bahwa kemunduran Karen terkait dengan persoalan rencana kenaikan BBM.
Dahlan Iskan juga menjelaskan mundurnya Karen Agustiawan terkait dengan permasalahan tidak teralisasinya kenaikan elpiji ukuran 12 kilogram.
"Tidak ada hubungannya dengan elpiji. Ibu Karen mundur karena murni untuk menjadi pengajar di Harvard University," kata Dahlan
"Tidak. Ini murni karena Ibu Karen mau mengajar," ujar dia menegaskan.
Dahlan juga tidak menyebutkan siapa sosok pengganti perempuan kelahiran Bandung, 19 Oktober 1958 itu di Pertamina.
"Diserahkan kepada Komisaris Pertamina untuk menentukan pejabat sementara Dirut Pertamina. Soal nama biarkan komisaris yang menentukan," ujarnya.
Dahlan mengatakan bahwa masa tugasnya sebagai Menteri BUMN segera berakhir dalam dua bulan ke depan, sehingga ia tidak dapat mengambil keputusan terkait posisi yang ditinggalkan Karen.
"Harus diputuskan pada pemerintahan baru," kata Dahlan menegaskan.
Menurut catatan, Pertamina berencana menaikkan harga elpiji 12 kg pada 1 Juli 2014 untuk menekan kerugian bisnis tersebut, namun ditunda karena terbentur bulan Puasa dan Lebaran yang dikhawatirkan memberatkan masyarakat.
Selanjutnya, Pertamina mengajukan kenaikan harga per 15 Agustus 2014 dan kembali belum mendapat persetujuan pemerintah.
Pertamina melalui surat tertanggal 15 Januari 2014 ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN menyebutkan kenaikan harga elpiji akan dilakukan bertahap hingga keekonomian, yaitu 1 Juli 2014 akan menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp 1.000 per kg menjadi Rp 6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp 106.800 per tabung.
Kemudian, per 1 Januari 2015 naik Rp 1.500 per kg, 1 Juli 2015 naik Rp 1.500 per kg, 1 Januari 2016 naik Rp 1.500 per kg, dan 1 Juli 2016 naik Rp 1.500 per kg.
Pertamina menghitung tanpa kenaikan elpiji maka bisnis elpiji 12 kg bakal mengalami kerugian mendekati Rp 6 triliun pada 2014. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...