Ditjen Pajak: Tarif Tax Amnesty 12,5% - 7,5%
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarkat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Mekar Satriya Utama, mengatakan, wajib pajak yang nantinya memanfaatkan tax amnesty rencananya akan dikenakan kompensasi sebesar 12,5 persen atau 7,5 persen.
“Untuk tax amnesty biasanya kita sebut kompensasi pemberian pengampunan. Besaran kompensasi tersebut sekitar 7,5 sampai 12,5 persen atau 15 sampai 25 persen. Perbedaan ini tergantung jangka waktu kapan wajib pajak melaksanakan tax amnesty tersebut,” kata Mekar.
Ia menejelaskan, pada dua bulan pertama saat wajib pajak melakukan perbaikan surat pemberitahuan (SPT) pajak melalui tax amnesty, tarif yang dikenakan adalah 12,5 persen dari jumlah aset bersih. Namun, apabila wajib pajak tidak hanya melakukan pelaporan perbaikan SPT, tetapi juga melakukan repatriasi aset, maka akan dikenakan administrasi sebesar 7,5 persen.
Akan tetapi, bila dalam dua bulan berikutnya wajib pajak tidak memperbaiki SPT, tarif administrasi akan dinaikkan menjadi 15 persen atau 25 persen.
Repatriasi aset merupakan aset wajib pajak di luar negeri yang dimasukan ke Indonesia. Ditjen Pajak mengusulkan repatriasi aset harus dalam bentuk pembelian obligasi pemerintah ataupun kegiatan-kegiatan investasi yang dapat menumbuhkan pendapatan negara.
Aset bersih merupakan selisih antara seluruh total aset, baik tunai, saham, maupun properti, dengan kewajiban utang kepada bank dan perusahaan.
Sebagai ilustrasi, berikut ini contoh penghitungan tax amnesty terhadap wajib pajak yang memiliki aset bersih sebesar 100 triliun rupiah.
Mekar menjelaskan, apabila bagian dari 100 triliun tersebut ada yang mau direpatriasi ke Indonesia, untuk bagian itu akan dikenakan tarif 7,5%. Misalnya, terdapat 50 triliun rupiah yang akan direpatriasi dalam bentuk pembelian obligasi, maka jumlah tersebut akan dikenakan administrasi sebesar 7,5 persen. Sedangkan sisanya, yakni 50 triliun rupiah, akan dikenakan administrasi 12,5 persen.
“Jadi, Kalau 100 triliun rupiah itu tidak dimasukkan ke Indonesia, akan dikenakan tarif 12,5 persen. Akan tetapi, kalau dari 100 triliun itu mau masukkan 50 triliun ke indonesia dalam bentuk obligasi, 50 triliun obligasi terkena 7,5% dan yang 50 triliun lainnya terkena 12,5%,” ujar Mekar menjelaskan kepada awak media, di Jakarta, Jumat (5/6).
Ia menjelaskan bahwa nantinya wajib pajak membeli obligasi pemerintah yang tidak boleh diambil hingga masa berjangkanya habis.
“Kita mengusulkan (obligasi berjangka) 5 tahun, namun tadi ada usulan 15 tahun, ya, tidak apa-apa. Nanti tergantung masing-masing masyarakat dan kita tanya pendapat pengusahanya,” katanya sebab pengusahalah yang akan mengikuti tax amnesty ini. “kalau programnya nggak menarik, ngapain kita buka program ini,” ia menambahkan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...