Ditolak, Namun Tidak Tergeletak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM, “Maaf, kamu tidak diterima,” kata pimpinan HRD suatu perusahaan kepada calon pegawai yang melamar. “Kamu sebenarnya orang yang baik, namun saya belum mau berpacaran saat ini,” kata seorang pemudi kepada kawannya yang berusaha untuk menyatakan cinta kepadanya. Dua situasi di atas sama-sama bicara tentang penolakan. Sesungguhnya, penolakan menghadirkan kekecewaan dan luka dalam hati, sebab tidak ada orang yang mengharapkan itu. Tidak sedikit orang yang lantas memiliki rasa takut ditolak dalam dirinya.
Lebih jauh, hadirnya penolakan membuat seseorang terganggu harga dirinya. Seolah-olah pengalaman ditolak itu membuatnya kehilangan kesempatan, dan masa depan. Situasi penolakan ini harus dikelola, agar orang yang mengalaminya tidak keliru dalam bersikap. Apa sebab? Ada orang-orang tertentu yang tidak siap menghadapi penolakan, lantas mencoba berbagai cara untuk diterima oleh komunitas. Misalnya: ada orang yang melebih-lebihkan kemampuannya (sombong), padahal sesungguhnya ia tidak sehebat itu. Ada juga orang yang berusaha untuk menjatuhkan orang lain dengan menghembuskan kabar busuk, agar dirinya menjadi lebih populer dan bisa diterima oleh sebuah komunitas. Juga ada orang yang memaksa diri untuk berusaha melebihi batas kemampuannya demi diterima oleh komunitas.
Lalu, bagaimana caranya agar kita siap menghadapi penolakan? Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dan bisa kita lakukan, yakni: pertama, bersikaplah realistis, bahwa penolakan – dalam berbagai bentuknya dan di berbagai situasi, adalah hal yang mungkin terjadi dalam hidup ini. Kita tidak bisa memprediksi apakah sebuah situasi akan berbuah pada penerimaan atau malah sebaliknya, penolakan. Lebih lanjut, kita pun tidak bisa menyenangkan semua orang. Pola pikir yang berusaha untuk menyenangkan semua orang, alhasil membuat kita kehilangan jati diri dan prinsip.
Kedua, pada saat penolakan terjadi, akui bahwa diri kita terluka. Penyembuhan luka tentunya membutuhkan waktu. Karena itu, alihkanlah pikiran pada aktivitas yang produktif, seperti: mengerjakan hobi, berkumpul bersama dengan teman-teman yang positif, atau pergi rekreasi (kata orang sekarang: melakukan healing).
Ketiga, dunia tidak lantas berakhir pada saat kita menghadapi penolakan. Masih ada tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada kita. Arahkanlah semangat dan pikiran kita pada aneka tanggung jawab tersebut. Buktikanlah bahwa kita memiliki kecakapan. Jikalau penolakan itu terkait dengan pekerjaan, konsistensi kita mengerjakan aneka tanggung jawab, pada gilirannya bisa membuktikan kualitas diri kita. Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, maka kepadanya akan dipercayakan perkara-perkara yang besar.
Kiranya dengan tiga hal di atas, kita tidak lantas tergeletak saat ditolak.
Editor : Eti Artayatini
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...