Divonis Mati, Wanita Kristen Pakistan Ampuni Pemfitnahnya
PUNJAB, SATUHARAPAN.COM – Asia Bibi—wanita Kristen yang telah menghabiskan tujuh Natal di balik jeruji besi di bawah hukuman mati di Pakistan dalam kasus penghujatan—telah mengampuni para pemfitnah dan penganiayanya.
Menurut laporan Paolo Affatato di surat kabar Italia La Stampa, dilansir Christian Post, Rabu (30/12) wanita yang bernama asli Aasiya Noreen ini mengatakan pada keluarga yang mengunjunginya di penjara pada malam Natal. “Natal adalah perayaan kemurahan Allah. Saya memaafkan penyiksa saya, mereka yang menyampaikan tuduhan palsu kepada saya. Dan, saya mengampuni mereka.”
Mahkamah Agung diharapkan segera menggelar sidang banding. Noreen, 50, yang memiliki lima anak, melanjutkan dengan mengatakan kepada keluarganya: “Yesus membuat hari bahagia ini untuk saya dan telah menerima doa saya. Saya bersemangat dan penuh sukacita di pertemuan hari ini saya dan keluarga merayakan Natal.”
Seorang pejabat polisi mengambil cap ibu jari Asia Bibi setelah ia dikunjungi Gubernur Punjab Salman Taseer Provinsi (kanan) di penjara pusat di Sheikhupura, Provinsi Punjab, setelah penahanannya, Juni 2009. (Foto: Christian Post)
Pada malam Natal ini juga bersamaan dengan hari raya bagi umat Islam, Bibi melanjutkan, “... Hari ini juga peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jujur, saya tidak pernah memikirkan hal yang tidak hormat. Tapi, meskipun saya telah di penjara selama tujuh tahun karena dianggap menghujat Nabi Muhammad, saya tidak membenci orang-orang yang berbuat salah pada saya.”
Dia menambahkan, “Saya berdoa bahwa Nabi Muhammad akan memberikan kebijaksanaan pada pengikutnya agar perdamaian dapat terus dibangun di seluruh dunia. Saya juga berdoa bahwa Yesus Kristus akan memberi damai sejahtera ke seluruh dunia.”
Dia memohon doa dari seluruh dunia Kristen bahwa Mahkamah Agung akan mengabulkan permohonan bandingnya.
Khalil Tahir Sindhu, pengacara Katolik yang telah mengikuti kasus dan yang menteri minoritas dan hak asasi manusia di Punjab, menggambarkan Aasiya Noreen sebagai “paradigma” di Natal bagi umat Kristen yang tinggal di Pakistan. Orang seperti Noreen adalah “pendukung pesan harmoni dan harapan,” katanya.
Suami Noreen—Ashiq Masih dan Joseph Nadeem, direktur Yayasan Pendidikan Renaissance di Lahore dan wali keluarga, yang “sangat terkesan” dengan kata-katanya, menurut La Stampa.
Undang-undang penghujatan di Pakistan telah menyebabkan penderitaan luas dan ketidakadilan di kalangan minoritas. Ada 1.400 kasus yang dilaporkan pada tahun 2014. pengadilan Pakistan telah memvonis mati tiga orang, enam penjara seumur hidup, dan tiga orang lain untuk dua tahun penjara karena penghujatan.
Nisar Shar, seorang pengacara dan juru bicara asosiasi pengacara di Karachi, mengatakan bahkan untuk pengacara, berbahaya membela individu yang dituduh menghujat. Pengacara Bibi sendiri adalah seorang Muslim tetapi telah memutuskan untuk tetap membela kasusnya.
La Stampa menyimpulkan, “Dia adalah seorang wanita yang, dibanjiri oleh kasih karunia Allah. Allah memberkati orang-orang melalui kisahnya. Kisah yang di mata akal manusia hanya bisa dilihat sebagai hal yang salah, kesialan, dan harus dikasihani.”
Orang Kristen Dilarang Pakai Cangkir yang Sama
Aasiya Noreen ditangkap pada Juni 2009 setelah seorang perempuan Muslim mengadukannya pada ulama di sebuah desa di Provinsi Punjab Timur bahwa dia telah membuat "komentar yang merendahkan" Nabi Muhammad. Dia mengatakan, masalah itu bermula ketika perempuan itu menolak Noreen menggunakan gelas minum mereka, karena dia bukan Muslim. Hal itu mengakibatkan pertengkaran mulut yang panas.
Umat Kristen Pakistan berdemo menuntut pembebasan Aasiya Noreen. (Foto: Mohzin Raza)
Di bawah undang-undang penghujatan Pakistan, menghina Alquran atau Nabi Muhammad dapat dihukum dengan penjara seumur hidup atau hukuman mati. Para ahli mengatakan di sana hukum sering dieksploitasi untuk keuntungan pribadi. Aasiya sejak 2009 dipenjara hingga kini.
Kasus Asia Bibi mengundang kecaman global pada 2011 ketika Menteri Pakistan dari kelompok minoritas, Shahbaz Bhatti, dan Gubernur Punjab, Salman Taseer, dibunuh karena mendukung Noreen dan menentang hukum penghujatan di negara itu.
Pakistan memberlakukan moratorium eksekusi pada 2008 dan belum pernah mengeksekusi orang yang didakwa menghujat. Sebaliknya, kasus-kasus seperti itu biasanya terkatung-katung lama di tingkat banding.
Baca juga:
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...