DK PBB Sidang Bahas Krisis Pandemi COVID-19
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Setelah beberapa pekan tidak ada kesepakatan, terutama antara Amerika Serikat dan China, Dewan Keamanan (DK) PBB bersidang hari Kamis (9/4) untuk pertama kalinya membahas pandemi virus corona baru.
Sidang dipimpin oleh Jerman, dan sembilan dari 10 anggota tidak tetap meminta pertemuan tertutup dalm sebuah konferensi video untuk menjaga jarak sosial, karena mereka kesal dengan kelambanan dewan atas krisis global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pembicaraan bergerak ke arah yang benar, kata para diplomat, dan Washington tidak lagi bersikeras bahwa bahasa PBB menyebut virus itu berasal dari China, hal yang membuat marah Beijing.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, diharapkan oleh DK untuk fokus pada upaya memerangi pandemi, misi penjaga perdamaian, dan membina persatuan antara anggota tidak tetap dan lima anggota tetap DK.
Dua Usulan Resolusi
Ada dua naaskah yang bersaing untuk diperdebatkan. Satu, diajukan Tunisia atas nama 10 anggota tidak tetap yang menyerukan "aksi internasional yang mendesak, terkoordinasi dan bersatu untuk mengendalikan dampak COVID-19" dan mendesak gencatan senjata global segera atas alasan kemanusiaan. Draf resolusi itu telah dikembangkan sejak 30 Maret, meskipun pemungutan suara untuk itu belum dijadwalkan.
Naskah kedua diusulkan oleh Prancis yang berfokus pada seruan Guterres bulan lalu untuk menghentikan semua permusuhan di seluruh dunia sebagai bagian dari "jeda kemanusiaan" untuk memerangi pandemi.
Naskah itu, sejauh ini hanya mendapat masukan dari lima anggota tetap, yang menurut para diplomat dari negara-negara anggota tidak tetap "sangat membuat frustrasi." Prancis berpendapat bahwa apa yang disebut P5 (anggota tetap) perlu memuluskan perbedaan mereka sebelum negosiasi yang lebih luas dengan dewan.
Boris Johnson Dirawat
Namun demikian, upaya mengadakan pertemuan kelima telah terhalang akibat Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, harus dirawat karena terinfeksi virus corona, dan juga keengganan China untuk berpartisipasi tanpa terlebih dahulu menetapkan agenda yang jelas.
Richard Gowen, seorang spesialis di International Crisis Group, mengatakan: "Adalah penting untuk mengenali bahwa kekuatan pendorong utama di balik kerja sama 10 anggota tidak tetap adalah perilaku buruk dari lima anggota tetap."
Beberapa dari pekerja anggota tidak tetap ini "melancarkan kampanye sengit untuk memenangkan kursi mereka" di Dewan dan "tercengang oleh pertengkaran antara China dan Amerika Serikat" yang menghalangi Dewan "menyetujui krisis besar zaman kita."
Seorang duta besar Barat, yang berbicara secara anonim, mengatakan kedua blok itu saling membutuhkan. "Permanen (anggota tetap-Red.) tidak dapat mengirimkan teks tanpa suara non-permanen (anggota tidak tetp-Red.), non-permanen tidak dapat memaksakan teks pada permanen karena mereka memiliki hak veto. Kami harus setuju dan kami akan mencoba untuk mendengar," katanya.
Di DK, setidaknya dibutuhkan sembilan suara dari 15 suara untuk mengadopsi resolusi, tanpa veto dari salah satu dari lima anggota tetap. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...