DKJ Gelar Maestro! Maestro! Ke Delapan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menggelar tari ‘Maestro! Maestro!’ untuk ke delapan kalinya. Acara ini bertempat di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki pada Selasa (17/12) dan Rabu (18/12).
Acara yang diselenggarakan sejak 2009, pada tahun ini mementaskan karya dari tiga empu tari yaitu Syamsuar Sutan Marajo, Irawati Durban Ardjo, dan Amaq Raya. ketiganya dikenal luas sebagai genre tari tradisi atau tari tradisional Indonesia.
Syamsuar Sutan Marajo berasal dari Saniang Baka, Solok. Dia adalah maestro Tari Tan Bentan. Tari ini dipelajari langsung dari mendiang Jamin Manti Jo Sutan yang terkenal sebagai pakar Tari Piring serta Tan Bentan.
Irawati Durban Ardjo, salah satu murid Tjetjep Sumantri yang terkenal memperkenalkan tari Sunda sejak tahun 1950-an. Dia akan mementaskan Tari Merak Bodas yang merupakan pengembangan terbaru dari karya klasiknya Tari Merak yang asalnya diciptakan tahun 1965. Dia juga akan mementaskan Tari Klana Bandopati Losari yang diambil dari salah satu repertoar ragam Tari Topeng Cirebon gaya khas Losari.
Sementara Amaq Raya akan menampilkan Tari Gagak Mandiq. Tari ini lebih dikenal sebagai dasar pengembangan tari kreasi baru di Lombok yang dia ciptakan tahun 1950-an dan segera populer.
Tentang Tari Yang Dipentaskan
Tari Tan Bentan dari Minangkabau, Sumatera Barat, adalah salah satu tari tradisional yang diturunkan antar generasi, meski tidak harus sedarah. Syamsuar Sutan Marajo yang menarikannya adalah murid langsung dari almarhum Jamin Manti Jo Sutan. Dia akan didampingi koreografer Ery Mefry, putra dari Jamin Manti Jo Sutan.
Tari Klana Bandopati Losari yang ditarikan Irawati Durban Ardjo adalah tari tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi di daerah asalnya, desa Losari, Cirebon.
Sementara, Tari Merak Bodas yang akan ditarikannya pula adalah tarian yang dicipta-ulang berdasarkan karya asli hasil komposisi Irawati sendiri berjudul Tari Merak yang dikoreografi tahun 1965, dan kini dikenal sebagai tarian Sunda.
Hal serupa dengan Tari Gagak Mandiq dari Lombok yang ditarikan penata tarinya sendiri, Amaq Raya, sekitar awal-pertengahan 1950an. Gagak Mandiq disebut mulai popular di tahun 1956 hingga menjadi referensi bagi para penata tari asal Lombok hingga kini.
Membicarakan tarian merupakan sebuah persepsi atas tradisi dan perspektif historis-artistik inilah yang dirintis ‘Maestro! Maestro!’ ke delapan ini.
‘Maestro! Maestro!’ berlangsung sejak 2009. Acara ini telah mementaskan beragam tari tradisi yang ditarikan sendiri oleh sang empu sebagai sumber gerak tradisi yangdiwakilinya. Pada ‘Maestro! Maestro!’ edisi pertama sesekali diselingi diskusi maupun format kuliah atau demonstrasi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...