DKJ Hadirkan Kembali Topeng dan Cokek Asli Betawi
“Komite Tari merasa sangat beruntung dapat berkolaborasi dengan para pakar, pemerhati, dan pelaku tari serta kesenian Betawi dalam menelisik tari Betawi.”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mempersembahkan Telisik Tari, sebuah program yang memberikan ruang untuk membahas dan mendiskusikan tarian tradisional secara tuntas.
Telisik Tari edisi pertama ini mengambil tema “Cokek dan Topeng Betawi” yang familiar, namun cukup sulit ditemukan belakangan ini.
Dengan persembahan Cokek dan Topeng Betawi oleh sejumlah penari yang dipertontonkan pada Selasa (9/12) malam di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta ini, penonton dilarutkan dalam suasana Betawi yang kental.
Pertunjukan dipandu oleh Nuri Sarinuri atau lebih dikenal dengan Mpok Nori dan Yahya Andi Saputra.
Irawan Karseno, ketua DKJ mengatakan melalui program ini perlu dilakukan rekonstruksi dan revitilisasi tari Cokek agar informasi yang lengkap dapat tersalurkan melalui tarian ini.
“Sangat disayangkan memang jika kita sebagai warga Jakarta tidak mengetahui asal-usul tari Cokek, yaitu Sipatmo,” ujar Irawan.
Telisik tari, kata Irawan, tidak hanya hadir sebagai sebuah pertunjukan atau hiburan, tetapi juga pemaparan sejarah perkembangan kedua tari ini.
Sementara itu, Ketua Komite Tari DKJ Sukardji Sriman mengaku melibatkan pakar bidang kesenian Betawi Julianti Parani, Ph.D. sebagai konsultan untuk merancang rangkaian acara.
Dilibatkannya Julianti dalam pertunjukan ini menjadi bagian yang penting agar upaya penelisikan tari Betawi dapat tercapai.
“Komite Tari merasa sangat beruntung dapat berkolaborasi dengan para pakar, pemerhati, dan pelaku tari serta kesenian Betawi dalam menelisik tari Betawi,” kata Sukardji.
Menurutnya, tradisi bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Telisik Tari adalah upaya menelusuri tradisi sekaligus membaca kembali dengan kritis proses kebudayaan yang melatarinya. Upaya ini, kata dia, dilakukan untuk mengenal kembali identitas bangsa beserta segala perubahannya.
Dinamika Kebudayaan
Menulusuri sejarah Sipatmo, pendiri tari Cokek sambil menelisik perkembangan Tari Cokek merupakan hal yang menarik. Keduanya menjadi kisah pembentukan identitas budaya Betawi yang multikultural.
“Penciptaan karya seni yang bernilai estetik maupun sebagai bagian dari dinamika kebudayaan tidak pernah terjadi dalam ruang vakum yang steril. Tidak lepas dari pengaruh-pengaruh kebudayaan lain yang berlintasan dalam ruang sejarah yang dinamis dan memengaruhi kekinian masyarakat,” ujar Sukardji.
Menurut dia, pengaruh kebudayaan Tionghoa serta pengaruh lokal yang memengaruhi kesenian Betawi merupakan dinamika yang dapat dijumpai dalam produk kebudayaan ini.
Seputar Tari Topeng
Tari Topeng Betawi merupakan tari tradisional khas masyarakat Betawi yang dimainkan dengan gerak yang lincah dan riang. Tari ini diiringi musik gambang kromong. Penarinya menggunakan topeng kayu. Topeng Betawi merupakan pertunjukan gabungan antara seni drama, tarian, dan nyanyian, mirip seperti pertunjukan teater. Dahulu, Tari Topeng Betawi biasanya dijadikan tarian pembuka atau penutup pertunjukan Topeng Betawi. Kini, tari Topeng Betawi biasanya ditanggap atau disewa untuk memeriahkan pesta pernikahan atau sunatan.
Seputar Tari Cokek
Tari Cokek merupakan kesenian Betawi hasil gesekan budaya Betawi, Banten, dan Tiongkok. Tari Cokek telah ada sejak abad ke-19, berawal dari adanya pesta hiburan yang diadakan oleh tuan tanah asal Tionghoa, Tan Sio Kek sehingga tari ini kental dengan buadya etnik Tiongkok. Alat musik pengirin Tari Cokek adalah gambang kromong. Ciri khas tari ini terdapat pada goyang pinggul para penari yang dinamis dan kenes. Dalam perkembangannya, selain menari, para penari Cokek juga harus pandai berolah vokal. Tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Tiongkok.
Editor : Bayu Probo
Prabowo Sempat Bertemu Larry the Cat di Inggris
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Selain menemui Raja Charles III, Perdana Menteri Keir Starmer, dan pejaba...