Dokter dan Perawat di New York Ikut Demo Anti Rasisme
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Perawat dan dokter di New York, Amerika Serikat, yang dipuji sebagai pahlawan karena memerangi wabah virus corona, mengecam pemisahan rasial dalam sistem kesehatan masyarakat dengan bergabung dalam protes anti rasisme terkait kematian George Floyd.
Mereka mengenakan masker dan peralatan pelindung pribadi lainnya seperti pelindung wajah. Sekitar seratus pekerja medis dengan singkat berjalan keluar dari Rumah Sakit Bellevue di Manhattan, pada hari Kamis (4/6) untuk berdemonstrasi menentang rasisme struktural di Amerika.
Mereka memegang papan bertuliskan "Perawatan kesehatan untuk semua" dan "Rasisme membunuh pasien saya." Mereka diam berlutut selama delapan menit dan 46 detik, waktu seorang petugas polisi Minneapolis menekan leher Floyd sebelum dia meninggal.
"Kami mengambil sumpah untuk melayani semua masyarakat, kami mengambil sumpah untuk melindungi kesehatan masyarakat, dan saat ini penggunaan kekuatan yang berlebihan dan kebrutalan polisi adalah darurat kesehatan masyarakat," kata Kamini Doobay.
Doobay, seorang dokter darurat di Bellevue, salah satu penyelenggara protes hari Kamis itu dan mengajak terlibat enam rumah sakit di seluruh New York.
"Sebagai seorang profesional perawatan kesehatan yang saat ini berjuang melawan COVID-19, saya juga terus memerangi virus rasisme," kata Billy Jean, seorang perawat berkulit hitam, kepada massa.
Situasi Warga Kulit Berwarna
Epidemi virus corona, yang menewaskan sekitar 21.000 penduduk New York City, telah secara tidak proporsional mempengaruhi komunitas minoritas, termasuk Afrika-Amerika. Hampir 23 persen dari mereka yang meninggal di seluruh Amerika Serikat berkulit hitam, menurut angka resmi, meskipun orang kulit hitam hanya 13,4 persen dari populasi.
Di New York, anggota komunitas kulit hitam meninggal dua kali lipat lebih banyak dari jumlah orang kulit putih. Profesional kesehatan mengatakan kurangnya perawatan kesehatan universal berarti kelompok yang kurang mampu tidak menerima perawatan yang tersedia bagi mereka yang lebih kaya.
“Kami melihat pasien kulit berwarna mati secara tidak proporsional akibat penyakit kronis, tidak mendapatkan tindak lanjut yang tepat, dan tentu saja kami melihat kekerasan mematikan yang mengganggu komunitas ini,” kata dokter Damilola Idowu yang berusia 28 tahun.
"Pria kulit hitam datang dengan luka tembak, dan tentu saja efek kebrutalan polisi pada pasien kami, kami melihat semua itu," katanya.
Saling Mendukung
Pada hari Selasa (2.6), puluhan dokter dan perawat dari Rumah Sakit Mount Sinai turun ke jalan untuk memberi tepuk tangan kepada ribuan pengunjuk rasa yang berbaris di Fifth Avenue.
Protes spontan serupa juga terjadi di luar rumah sakit lain di New York dan di tempat lain di negara ini, termasuk Texas Medical Center di Houston, dan Howard University Hospital di Washington DC.
Tepuk tangan itu mengingatkan pada tepuk tangan pada pukul 19:00 untuk staf medis yang telah menjadi ritual harian bagi warga New York selama krisis virus corona. "Terima kasih!" "Kami sayang padamu!" teriak pengunjuk rasa, berhenti untuk berfoto selfie dengan para dokter dan perawat.
"Sekarang para pemrotes yang menyerukan isu-isu ini, yang mempertaruhkan hidup mereka, mengambil risiko ditangkap, mempertaruhkan kekerasan polisi sendiri, mereka adalah pahlawan sekarang," kata Idowu.
"Jadi rasanya pantas bagi kita untuk mendukung mereka dengan cara yang sama mereka mendukung kita, ketika kita berjuang melawan COVID." (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...