DPR akan Deregulasi Peredaran Minuman Beralkohol
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dewan Perwakilan Rakyat akan melakukan penyesuaian dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengendalian Minuman Beralkohol (RUU Minol) untuk mempertahankan minat investasi dan berlangsungnya kegiatan industri di sektor tersebut.
"Penyesuaian ini dilakukan seiring dengan adanya paket kebijakan ekonomi dan deregulasi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Subagyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, hari Rabu (16/9).
Menurut Firman, aturan terkait perdagangan minuman beralkohol menjadi salah satu aturan di sektor perdagangan yang masuk dalam paket deregulasi.
Ia mengatakan DPR harus melakukan penyesuaian sehingga UU yang disusun tidak bertentangan dengan kebijakan ekonomi pemerintah.
"Yang jelas kami akan lakukan penyesuaian, karena regulasi itu harus dinamis. Jangan sampai ini memperburuk iklim investasi dan mematikan industri minuman di Tanah Air. Tidak bisa memaksakan pelarangan sepenuhnya," kata Firman.
Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol rencananya akan direvisi.
Dalam draf RUU tersebut minuman alkohol yang dilarang adalah golongan A yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1 persen hingga 5 persen, golongan B dengan kadar melebihi 5 persen hingga 20 persen, golongan C dengan kadar lebih dari 20 persen hingga 55 persen, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.
Pasal 8 ayat 1 draf RUU tersebut menyatakan bahwa diatur pengecualian penggunaan minuman alkohol untuk kepentingan terbatas. Adapun kategori kepentingan terbatas akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Firman mengutarakan draf tersebut memang sangat merugikan industri. Selain itu, adanya regulasi yang melarang penuh produksi dan peredaran minuman beralkohol akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya mengganggu iklim investasi.
"Investor akan ragu, dan risikonya akan ada krisis investasi karena ketidakpastian itu. Nanti akan bahas lebih lanjut bersama pemerintah," kata dia.
Ia mengutarakan masa depan RUU ini akan dibahas dengan perwakilan pemerintah.
"Nanti apakah akan lanjut, atau akan di-drop, nanti diputuskan saat pembahasan itu. Yang pasti ini jangan sampai merugikan industri," ujar dia. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...