DPR akan Utamakan Kualitas UU, Bukan Kuantitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan akan mengutamakan kualitas daripada jumlah undang-undang (UU) yang disahkan dalam lima tahun mendatang. Menurut dia, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk antisipasi agar UU yang dihasilkan oleh DPR tidak kembali mentah di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Baleg DPR menguatamakan kualitas dari UU yang dihasilkan, bukan jumlah UU yang disahkan bersama pemerintah,” kata Firman saat ditemui di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/11).
Firman menyampaikan dalam periode 2014-2019 DPR dapat menghasilkan 110 UU. Dengan rincian, setiap komisi di DPR mendapatkan jatah batas dua UU. "Namun akan akumulatif, terbuka bagi UU yang sifatnya darurat bisa masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR untuk diprioritaskan," kata dia.
Dia juga menyatakan usulan dari berbagai kalangan juga masuk ke DPR untuk direvisi. Karena saat ini terdapat 120 UU yang dikriitisi masyarakat dan dinilai bertentangan dengan ideologi negara, konstitusi dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
"Pakar minta 22 UU di revisi karena tidak berpihak dengan kepentingan negara. Dari Angkatan Darat (AD) ada beberapa UU direvisi agar sejalan dengan UUD 1945," ujar dia.
Sosok yang menjadi Anggota Komisi IV DPR ini juga menjelaskan, mekanisme revisi atau membuat UU di DPR melalui beberapa tahapan. Pertama, misalnya revisi UU MD3 harus tergabung dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR, kedua, revisi dimasukkan dalam Proglegnas yang diputuskan melalui rapat paripurna DPR.
Kemudian disusun naskah akademiknya, apabila UU menjadi inisiatif DPR yang pembahasannya dilakukan bersama pemerintah dan DPD. "Tahapan keempat, diserahkan ke pemimpin DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan, lalu dikeluarkan surat presiden untuk menugaskan kementerian mana yang ikut pembahasan bersama DPR kemudian dibahas di tingkat 1," tutur Firman.
Firman kembali menegaskan tidak ingin UU yang dihasilkan di DPR kembali dimentahkan MK, karena dia sudah komitmen pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tidak boleh terburu-buru, melainkan kualitas dari UU itu diutamakan. "Jelas bahwa setiap UU yang kita bahas bila tidak sesuai dengan konstitusi akan di-Judicial Review (JR) atau uji materi UU oleh MK," ujar dia.
Oleh karena itu, Firman mengharapkan pembahasan setiap RUU di setiap komisi tidak menambrak atau bertentangan dengan ideologi negara, empat pilar kebangsaan, konstitusi, dan ideologi negara. Sebab, bila itu terjadi dipastikan gugatan akan diajukan ke MK. "Seperti UU holtikultura, batasi kepemilikan asing sampai 30 persen, maka MK akan utamakan kepentingan nasional," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...