DPR Harap Pertamina Matangkan Petralite
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta PT. Pertamina (Persero) Tbk mematangkan terlebih dahulu konsep tentang Bahan Bakar Minyak yang kualitasnya antara jenis Premium dan Pertamax yang disebut Petralite.
“Sebaiknya sebelum menjual produk baru ke pasar, Pertamina harus bisa menjelaskan model investasinya. Selain harus memberikan benefit, model investasinya juga harus dipastikan tidak mengganggu investasi Pertamina yang lain seperti pada bensin ron 88. Pertamina harus berhati-hati dalam memutuskan setiap aksi bisnis di hilir,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan, Jumat (17/4) di Jakarta.
Petralite adalah peluncuran produk BBM baru dengan kualitas di atas premium, tapi di bawah pertamax yang disebut Petralite. Produk yang diklaim ramah lingkungan ini rencananya akan dijual di kawasan pulau Jawa, Madura, dan Bali. Sementara ini, penjualannya memang masih terbatas.
Menurut Heri Pertamina harus menjelaskan kepada publik model investasi terhadap rencana peluncuran produk baru bahan bakar minyak (BBM) pada Mei 2015. Politisi muda Partai Gerindra itu menamahkan kajian bisnis di sektor migas harus betul-betul matang. Pasalnya, Pertamina baru saja mengalami kerugian sebesar 212 juta dolar AS (sekitar Rp 2,75 triliun) pada Januari-Februari tahun ini. Ketika itu, harga minyak sedang mengalami tren penurunan tajam, sehingga nilai bahan baku yang diolah dan produk yang diimpor selalu lebih tinggi daripada harga jual.
Heri berharap Pertamina dapat menjelaskan tentang teknis penentuan harga BBM baru tersebut, karena apabila BBM baru mengandung kadar oktan lebih rendah, menurut Heri, seharusnya harga jual lebih murah daripada harga jual RON 97 yang dikelola Malaysia dan dihargai Rp 7.800 per liter.
Menurut Heri, penentuan harga harus memperhitungkan aspek kepantasan kualitas. Bila harganya diputuskan jauh lebih tinggi, itu patut dipertanyakan. Selain itu, Pertamina juga harus lebih dulu menjelaskan skema dan target pasar untuk produk BBM baru tersebut. “Saya mengapresiasi langkah-langkah Pertamina dalam melakukan diversifikasi produk. Namun, hal itu jangan sampai mengabaikan perbaikan sektor hulu yang menjadi faktor kunci permasalahan energi di Indonesia,” Heri menambahkan.
Heri mengacu ke data terkini yakni produksi minyak nasional hanya 800 hingga 850 ribu barel per hari. Sedangkan, konsumsinya sudah mencapai 1,4 juta barel per hari. Dengan produksi yang rendah itu, niscaya impor BBM akan mencapai Rp 1,7 triliun per hari. “Dalam APBN-P 2015, asumsi lifting minyak hanya 825 ribu barel per hari. Ini akan berimplikasi pada penurunan laba di sektor hulu yang menjadi penyebab kerugian Pertamina hingga Rp 2,75 triliun itu,”kata Heri. (dpr.go.id).
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...