DPR Minta Pemerintah Petakan Pemilik Dana untuk Tax Amnesty
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, meminta pemerintah melakukan pemetaan (mapping) terhadap data para pemilik dana yang memarkir dananya di berbagai negara.
Menurut dia, tanpa data rekening yang akurat dan tata kelola perpajakan yang efektif, penerapan kebijakan tax amnesty justru akan menjadi bumerang bagi keberhasilan realisasi target penerimaan pajak.
“Sebenarnya manfaat kebijakan pengampunan pajak ini sangat banyak buat masyarakat luas terutama bagi masyarakat miskin,” kata Said dalam siaran pers yang diterima oleh satuharapan.com, hari Kamis (24/3).
Wacana tax amnesty mencuat menyusul banyaknya orang Indonesia yang memarkir uangnya di luar negeri seperti Singapura, Hongkong, Macau dan Australia serta Papua New Guinea (PNG). Meski angka pastinya tidak disebutkan, namun jumlah uang yang disimpan di luar negeri mencapai triliunan rupiah.
Menurut Said, pengampunan pajak sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan dan pengentasan kemiskinan “Wong Cilik”. Dana-dana hasil repatriasi bisa menambah penerimaan negara guna mendorong perekonomian menjadi lebih bergairah sehingga pada gilirannya berdampak terhadap pengentasan jutaan rakyat miskin.
“Tax Amnesty ini sebagai salah satu cara menarik dana-dana itu agar masuk ke Indonesia. Bagi Fraksi PDI Perjuangan, tax amnesty ini harus diposisikan dalam bingkai ideologis bahwa setiap warga bangga membayar pajak,” katanya.
Politisi senior PDI Perjuagan ini yakin apabila uang tersebut kembali kedalam negeri maka otomatis akan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sekitar ratusan triliun. Dari penerimaan pajak itulah, negara ini bisa melaksanakan dan mempercepat cita-cita founding father yaitu menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
Sebenarnya manfaat kebijakan pengampunan pajak ini sangat banyak buat masyarakat luas terutama bagi masyarakat miskin. “Saya kira, dengan dana hasil repatriasi ini, menambah amunisi pemerintah mengurai kemiskinan,” katanya.
Namun demikian, lanjut Said, agar penerapan tax amnesty berjalan mulus maka diperlukan beberapa instrumen yang harus diperhatikan betul pemerintah. Misalnya, soal target yang akan dicapai dengan adanya pengampunan pajak ini. Targetnya pencapaiannya harus transparan sehingga bisa termonitor dengan baik.
Selain target, pemerintah juga menyipakan instrument lain seperti software dan hardware-nya. Hal ini sangat penting agar memudahkan pemerintah melakukan mapping terhadap para pemilik dana WNI yang memarkir dananya di berbagai negara.
Said menegaskan sejumlah instrument ini syarat mutlak yang harus disiapkan oleh pemerintah sebagai jaminan suksesnya Undang-Undang Pengampunan Pajak ini. Karena harus diakui ada moral hazard yang tidak bisa dihindari dibalik kebutuhan meningkatkan penerimaan negara.
“Tidak boleh dan tidak patut menyikapi RUU Tax Amnesty dengan sudat pandang transaksional bahwa bahwa RUU Tax Amnesty ini dibahas kalau gedung DPR disetujui oleh pemerintah. Ini pandangan naif,” kata politisi asal Sumenep Madura ini.
Lebih lanjut, Said mengatakan suksesnya UU Tax Amnesty harus didukung oleh kesadaran penuh dari warga masyarakat akan pentingnya membayar pajak. “Kalau salah satu instrumennya saja tidak dipenuhi maka tax amnesty ini tidak ada mafaatnya,” katanya.
Menurut datanya, pengalaman pahit dalam pelaksanaan tax amnesty pernah dialami oleh Prancis. Dua kali melakukan tax amnesty tapi gagal. Pasalnya, kesadaran warga negara atas kebijaksanaan tersebut sangat rendah.
“Potret sebaliknya terjadi di Afrika. Negara ini justru berhasil menerapkan tax amnesty, dengan tingkat pengembalian uang dari luar negeri yang sangat banyak,” katanya.
Editor : Eben E. Siadari
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...