DPR Nilai Pra Peradilan Polri pada KPK Tak Balas Dendam
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Markas Besar Kepolisian Indonesia mengajukan gugatan pra peradilan kepada KPK terkait penetapan status tersangka Budi Gunawan atas kasus suap. Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR, Nashir Djamil memastikan pra-peradilan yang dilakukan Polri terhadap KPK bukan tindakan balas dendam..
"Tindakan yang dilakukan Polri adalah untuk menguji proses hukum, tidak ada balas dendam sama sekali," kata Nashir Djamil di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (20/1).
Ia pun berharap pengadilan tidak terpengaruh dengan opini yang dibangun oleh pihak-pihak tertentu atau LSM.
"Harapan kita pengadilan segera memutuskan masalah ini dan jangan sampai berlarut-larut. Pengadilan tidak boleh terpengaruh dengan opini-opini yang dibangun. Pengadilan itu harus menyeimbangkan tiga hal, yakni keadilan, ketertiban dan kepastian hukum," ujar dia.
Dia pun mendukung langkah Kepolisian RI melakukan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Baguslah. Akan ada kepastian hukum dalam proses penegakan hukum yang dilakukan KPK dan untuk menakar apakah proses hukum terhadap Komjen Pol Budi Gunawan oleh KPK apakah sudah sesuai dengan azaz yang dimiliki oleh KPK," kata Nashir. Pengajuan pra peradilan yang dilakukan Kepolisian RI tentu dikarenakan adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh KPK terhadap Polri.
"Sepertinya tidak ada supervisi dan koordinasi dan KPK abaikan dani ini. Mungkin Polri merasa diperlakukan tidak adil dan menyebabkan Polri gelisah dan terguncang," Nashir menambahkan.
Adapun azaz yang dimiliki KPK dalam penegakan hukum adalah kepastian hukum, keterbukaan, akuntatabilitas, kepentingan umum dan proporsional.
"Pengadilan tidak hanya mempertimbangkan hukum acara saja, tapi juga harus mempertimbangkan azaz yang ada," kata politisi PKS itu.
Bersifat Politis
Sementara itu, juru bicara Garda Rakyat Indonesia Reza Fahlevi mengatakan penetapan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK bernuansa politis. Indikasinya, sebab hanya mengakomodir kepentingan oknum tertentu.
Dia menilai penetapan Komjen Polisi Budi Gunawan menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi bukan merupakan murni penegakan hukum. Melainkan, penetapan tersebut adalah pesanan politik dari antek-antek Neoliberal yang telah disusupi KPK.
"Tedapat indikasi kuat baha instrument kewenangan KpK telah dijadikan alat dasar bagi legalitas oknum pimpinan KPK untuk memuaskan ambisio pribadinya yang tidak rercapai," kata Reza.
Menurutnya, lembaga yang dipimpin oleh Abraham Samad tersebut hanya memberikan dalil melaksanakan penegakan hukum. Faktanya, peristiwa tersebut justru mempermalukan lembaga kepresidenan, DPR, dan institusi Kepolisian.
"Nyatanya, peristiwa ini menimbulkan kegaduhan politik yang berkiblat ketidak percayaan rakyat terhadap pemeritahan yang sah," kata Reza.
Hal ini, lanjut dia, memberi dampak yang membahayakan persatuan dan kesatuan negara. "Penetapan ini, hanya membuat susanan politik menjadi kacau. Ditambah lagi, memiliki dampak yang serius untuk kesatuan negara," tutur dia.
Kendati demikian, Reza mengaku, pihaknya menghormati dan mendukung tiap upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK sebagai lembaga negara pembantu presiden dalam pemberantasan korupsi. "Tapi, kami tidak rela jika KPK dijadikan alat politik oleh oknum pemimpin KPK sebagai instrumen pemuas dendam politik," ujar Reza.
Menurut dia, seharusnya KPK menyadari permasalahan terkait institusi Kepolisian merupakan permasalahan bangsa Indonesia. Sebab, permasalahan yang timbul bukan antara lembaga atau instansi terkait semata. Melainkan, akibat perbuatan dari oknum tertentu.
"Kami yakin permasalahan yang terjadi ini, bukanlan persoalan DPR, KPK, Polri, Kompolnas, tetapi perilaku ambisi dari oknum tertentu yang menyalahgunakan kewenangannya," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...