DPR: Siswa Bukan Pundi Uang untuk Diperas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi X DPR RI Vena Melinda menilai pungutan liar (Pungli) di sekolah jelas merugikan siswa dan orang tua. Dia meminta jangan ada lagi pihak yang memandang siswa sebagai pundi-pundi uang untuk diperas.
“Mereka adalah wajah masa depan kita untuk penerus bangsa. Harusnya mereka dibantu dan harus difasilitasi, jangan malah dijadikan sebagai penghasilan untuk keuntungan dan kepentingan golongan semata,” kata Vena saat dihubungi wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (25/8).
Menurut Politisi Partai Demokrat ini prinsip keadilan harus langsung tercermin dalam biaya pendidikan, jangan sampai ada penyimpangan berbuah ketidakadilan dengan memanfaatkan persyaratan masuk sekolah.
“Saya juga selalu mengingatkan Kemendikbud, sebelumnya Pak Anies Baswedan sejak lama dan akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merilis laman laporpungli.kemdikbud.go.id. Laman ini menjadi wadah bagi para pelaku pendidikan, seperti orang tua, Pemerintah Daerah, maupun siswa melaporkan kerugian akibat pengenaan pungutan, terutama saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Harus segera lapor ke sini dan pasti akan segera ditindak dan diberikan sanksi,” kata dia.
Menurut Vena, pungutan liar seperti yang terjadi di beberapa sekolah di Bekasi ini duduk perkaranya adalah: pungutan pihak sekolah kepada orang tua siswa sebesar Rp. 2,8 juta dengan dalih uang bangunan (pangkal) dan uang sebesar Rp. 800.000 untuk bayar seragam dan lainnya yang seharusnya gratis.
“Harusnya tidak boleh terjadi karena ini perbuatan yang tidak terpuji. Di tengah semua orang sedang memperjuangkan pendidikan gratis untuk semua kalangan tanpa terkecuali, pembukaan akses seluas-luasnya untuk pendidikan, praktik ini merupakan kemunduran, orang yang melakukannya jelas mengalami kesesatan dalam berpikir. Padahal kalau kita lihat dari sisi hukum sejak tahun 2012 Pemerintah sudah melarang adanya pungutan liar di sekolah,” kata dia.
Aturan tersebut, kata Vena, tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan dan Satuan Pendidikan Dasar. Dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012, terdapat tiga praktik pungutan liar di sekolah yang dilarang.
Pertama, tidak boleh dilakukan kepada peserta didik atau orang tua atau walinya yang tidak mampu secara ekonomi.
Kedua, tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Ketiga, tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.
“Sanksinya juga ada yaitu, kalau dari Pemerintah pusat, langsung bisa dihentikannya bantuan operasional sekolah, bisa juga dihentikannya semua subsidi kita ke mereka," kata dia.
Vena mengusulkan pemerintah juga bisa melakukan mutasi kepala sekolah dan guru bila mereka melakukan pelanggaran.
“Bahkan kalau swasta kita bisa memberhentikan penuh kepala sekolahnya,” kata dia.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...