DPR Susun RUU Pengampunan Nasional, Ada Tax Amnesty
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah Wakil Rakyat di Gedung Parlemen Senayan mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Nasional masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 dan menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Di dalam draf RUU tentang Pengampunan Nasional itu yang menjadi fokus pengampunan ialah pengampunan pajak (tax amnesty).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Hendrawan Supratikno, mengatakan tax amnesty bukan hal baru. "Pemerintah Orde Lama pernah membahas tax amnesty, tahun 1998 bahkan secara parsial dilakukan," kata Hendrawan, dalam diskusi bertajuk "RUU Pengampunan Nasional" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/10).
Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu menjelaskan konsep tax amnesty juga pernah ada di era kepemimpinan Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, saat itu disebut sunset policy. Kini, kebijakan itu kembali dilontarkan dengan nama yang berbeda di masa Presiden Joko Widodo, yaitu reinventing policy.
"Sayangnya, kisah sukses sunset policy tidak seperti reinventing amnesty. Karena isu tax amnesty ini keluar saat reinventing. Sehingga, pengusaha menunggu tax amnesty daripada reinventing policy," ujarnya.
Meski demikian, menurut dia, ada perbedaan mendasar antara tax amnesty dan sunset policy yang diterapkan di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Sunset policy termasuk kebijakan soft amnesty, karena fokus pada pengampunan yang sifatnya administratif, sementara tax amnesty yang kini tengah dibahas masuk ke dalam kategori hard amnesty.
Salah satu penghuni Komisi Keuangan DPR RI itu juga menjelaskan, di dalam Pasal 10 draf RUU tentang Pengampunan Nasional disebutkan "Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia".
"Ini lebih nendang. Karena pengampunan pajak tanpa pengampunan pidananya itu tidak terlalu merangsang. RUU ini memberikan rangsangan yang luar biasa agar orang berduyun-duyun menyucikan diri mendapatkan pengampunan," ujar Hendrawan.
Lebih lanjut dia menyampaikan, ada ribuan triliun uang warga negara Indonesia yang tidak masuk ke dalam sistem perbankan nasional. Uang itu berasal dari berbagai sumber, baik dari hasil pengemplangan pajak, tindak pidana korupsi hingga tindak pidana pencucian uang.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu memprediksi jumlah uang yang tidak masuk sistem perbankan nasional itu mencapai 7.000 triliun rupiah. Namun, uang itu tak hanya mengendap di dalam negeri, terapi juga ada yang berada di luar negeri.
Menurut dia, pembahasan RUU ini cukup mendesak. Sebab, realisasi penerimaan negara yang bersumber dari pajak cukup rendah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak sejak awal 2015 hingga 31 Agustus mencapai 592,57 triliun rupiah. Jumlah itu sekitar 45,76 persen dari target tahun ini sebesar 1.295 triliun rupiah.
"Jadi jangan sampai ada missunderstand. Jangan dibilang Prof Hendrawan pro koruptor," tutur Hendrawan.
Editor : Sotyati
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...