Draft Konstitusi Baru: Mesir Melarang Parpol Berdasar Agama
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Di tengah situasi duka setelah kerusuhan yang memakan banyak korban, Mesir memulai pembahasan konstitusi baru setelah konstitusi yang dibuat pemerintahan Presiden Mohammed Morsi dibekukan menyusul pencopotannya dari kekuasaan.
Selama sebulan, sebuah tim yang beranggotakan 10 orang bekerja mempertimbangkan dan merevisi untuk mengamandemen konstitusi Mesir 2012. Tugas itu telah selesai dan pada hari Selasa (20/8), dan panitia menyerahkan salinan draft amandemen konstitusi kepada Presiden, Adly Mansour.
Amandemen konstitusi hasil panitia ini akan dibahas oleh sebuah komite beranggotakan 50 orang yang mewakili pemangku kepentingan utama dalam masyarakat Mesir. Hal ini menandai langkah baru Mesir menuju pemerintahan sipil yang demokratis dan inklusif seperti yang dijanjikan dalam perubahan dengan tergulingnya Morsi.
Pasal Agama dan Negara
Sebelumnya diberitakan bahwa panitia 10 memutuskan mempertahankan Pasal 2 yang menyatakan bahwa Islam adalah agama negara, Arab sebagai bahasa resmi dan Islam merupakan sumber utama perundang-undangan. Namun panitia memutuskan mencabut Pasal 219 yang memberikan peluang berbagai penafsiran terhadap syariat Islam. Pasal ini paling banyak dipertanyakan dan ditentang oleh partai politik dan publik di Mesir.
Pasal ini pada konstitusi 2012 ditambahkan oleh majelis konstituante yang didominasi Islam di bawah pemerintahan Ikhwanul Muslimin, menyatakan bahwa "Prinsip-prinsip syariah Islam, termasuk interpretasi yang diterima secara umum, aturan-aturan dasar dan yurisprudensi, dan sumber-sumber yang diketahui secara luas ditetapkan oleh sekolah Sunnah dan Agama. "
Panitia juga memutuskan mengubah Pasal 6 yang melarang pembentukan partai politik berdasarkan agama atau mencampurkan agama dan politik. Pasal perubahan ini menyebutkan bahwa "dilarang membentuk partai politik atau melakukan kegiatan politik atas dasar pondasi agama atau atas dasar diskriminasi dalam hal jender atau jenis kelamin."
Perubahan pada pasal tersebut mempunyai konsekuensi pembubaran puluhan partai politik Islam baru yang terbentuk setelah revolusi Januari 2011. Hal itu, termasuk Ikhwanul Muslimin dan Partai Keadilan yang dibentuknya.
Panitia juga mengubah sistem pemilihan umum Mesir, dan akan kembali ke sistem pencalonan individu yang digunakan di Mesir pada hampir sepanjang pemerintahan Presiden Husni Mubarak.
Panitia juga memutuskan menghapus Dewan Syura, majelis tinggi parlemen, dan larangan mantan pejabat partai berkuasa, Partai Nasional Demokrat (NDP), yaitu Husni Mubarak, dari hak-hak politiknya, termasuk dalam pemilu.
Anggota komite, Magdi El-Agati,mengatakan bahwa larangan warga atas hak politik mereka harus diputuskan pengadilan bukan oleh piagam nasional (konstitusi). El-Agati adalah hakim yang memerintahkan pembubaran NDP (National Democatic Party) tahun 2011.
Dibahas Lagi di Panitia 50
Presiden Adly Mansour mengatakan bahwa pihaknya dalam beberapa hari ini akan mengumumkan nama-nama anggota panitia 50 yang mewakili seluruh lapisan masyarakat.
Anggota panitia tersebut mewakili partai politik, intelektual, buruh, petani, swasta, dewan nasional, Al-Azhar, Gereja Mesir, angkatan bersenjata, polisi, dan tokoh-tokoh publik lainnya. Sepuluh pemuda dan perempuan diharapkan menjadi bagian dari panitia ini. Sebagian besar anggota panitia akan dipilih oleh lembaga masing-masing. Kabinet akan memilih tokoh masyarakat untuk duduk di panitia.
Panitia beranggota 50 orang ini akan bertugas selama 60 hari membahas draft konstitusi dari panitia 10 dan menghasilkan draft final. Draft akhir ini diharapkan akan disampaikan dalam debat publik.
Presiden direncanakan akan mengajukan konstitusi yang sudah diubah dalam referendum nasional, 30 hari sejak draft akhir diterima. Konstitusi akan berlaku efektif setelah mendapat persetujuan publik.
Pembekuan konstitusi tahun 2012 merupakan bagian dari roadmap angkatan bersenjata Mesir untuk masa depan Mesir, selain penggulingan Morsi yang telah ditentang oleh rakyat secara luas.
Kekuatan politik non Islam Mesir telah berulang kali menyatakan bahwa konstitusi yang akhirnya dibekukan itu tidak mewakili semua lapisan masyarakat Mesir dan membatasi kebebasan banyak warga. Mereka menyalahkan Majelis Konstituante yang mayoritas anggota dari kelompok Islamis mengabaikan rekomendasi yang diajukan kelompok moderat dan non Islam.
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...