Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 08:36 WIB | Sabtu, 08 Juni 2024

Dua Hakim Inggris Mundur dari Pengadilan Hong Kong, Ada Masalah Politik

Petugas polisi berjaga saat kendaraan Departemen Layanan Pemasyarakatan meninggalkan Pengadilan West Kowloon Magistrates di Hong Kong, Kamis, 30 Mei 2024. Empat belas aktivis pro demokrasi divonis bersalah dalam kasus keamanan nasional terbesar di Hong Kong pada hari Kamis oleh pengadilan yang mengatakan mereka rencana untuk melakukan perubahan melalui pemilihan pendahuluan tidak resmi akan melemahkan otoritas pemerintah dan menciptakan krisis konstitusional.(Foto: AP/Chan Long Hei)

HONG KONG, SATUHARAPAN.COM-Dua hakim Inggris telah mengundurkan diri dari pengadilan tinggi Hong Kong, kata pengadilan kota itu, sehingga memperdalam kekhawatiran atas supremasi hukum kota itu berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing.

Pengadilan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (6/6) bahwa Jonathan Sumption dan Lawrence Collins, yang keduanya menjabat sebagai hakim tidak tetap di luar negeri di Pengadilan Banding Akhir Hong Kong, telah mengajukan pengunduran diri mereka kepada pemimpin kota tersebut. Namun mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai keputusan mereka.

Collins mengatakan kepada Associated Press bahwa pengunduran dirinya “karena situasi politik di Hong Kong.” Namun dia mengatakan dia tetap “memiliki kepercayaan penuh pada pengadilan dan independensi total para anggotanya.”

Sumption mengatakan dia akan membuat pernyataan pekan depan.

Ketua Hakim Hong Kong, Andrew Cheung, menyesali keputusan mereka dalam sebuah pernyataan, dan menegaskan kembali komitmen pengadilan untuk menegakkan supremasi hukum dan independensi peradilan di kota tersebut.

Hong Kong, bekas jajahan Inggris, merupakan yurisdiksi common law, tidak seperti China daratan. Setelah kembali ke pemerintahan China pada tahun 1997, hakim luar negeri non permanen secara konsisten bertugas di pengadilan tinggi kota tersebut.

Pengunduran diri pasangan ini merupakan indikator kepercayaan terhadap supremasi hukum dan independensi peradilan di kota tersebut, terutama setelah diberlakukannya undang-undang keamanan nasional tahun 2020 yang menghapuskan perbedaan pendapat masyarakat. Banyak aktivis pro demokrasi telah ditangkap berdasarkan undang-undang tersebut, termasuk beberapa aktivis demokrasi paling terkenal di kota tersebut.

Pekan lalu, pengadilan Hong Kong memutuskan 14 aktivis pro demokrasi bersalah karena berkonspirasi melakukan subversi dalam kasus keamanan nasional terbesar di kota itu hingga saat ini. Mereka termasuk di antara 47 aktivis yang dituduh berusaha melumpuhkan pemerintah Hong Kong dan menggulingkan pemimpin kota tersebut dengan mendapatkan mayoritas legislatif yang diperlukan untuk memveto anggaran tanpa pandang bulu.

Kritikus mengatakan hukuman tersebut menunjukkan bagaimana undang-undang keamanan digunakan terhadap para pembangkang di kota tersebut. Namun pemerintah Beijing dan Hong Kong bersikeras bahwa undang-undang tersebut membantu mengembalikan stabilitas kota tersebut menyusul protes besar-besaran anti-pemerintah pada tahun 2019. Para pejabat Hong Kong telah berulang kali menegaskan bahwa independensi peradilan di kota tersebut dilindungi.

Pada bulan Maret, pemerintah Hong Kong memberlakukan undang-undang keamanan baru yang dikembangkan di dalam negeri, sehingga meningkatkan kekhawatiran atas terkikisnya kebebasan di kota tersebut.

Pemimpin Hong Kong, John Lee, menyatakan penyesalannya atas pengunduran diri para hakim dalam sebuah pernyataan. Lee menegaskan bahwa hak asasi manusia dan kebebasan yang dijamin oleh undang-undang tidak berubah, begitu pula independensi peradilan di wilayah tersebut.

Asosiasi pengacara kota tersebut mengatakan bahwa mereka sangat yakin bahwa kepergian mereka tidak akan mempengaruhi kemampuan pengadilan tertinggi dalam melaksanakan fungsi peradilannya, dan menambahkan bahwa mereka “sangat yakin” terhadap independensi sistem peradilan kota tersebut.

Pengunduran diri kedua hakim tersebut bukanlah yang pertama di kota tersebut. Beberapa bulan setelah undang-undang keamanan tersebut diberlakukan pada bulan Juni 2020, hakim Australia, James Spigelman, mengatakan kepada lembaga penyiaran nasional Australia bahwa dia mengundurkan diri dari pengadilan tinggi kota tersebut karena alasan “terkait dengan isi undang-undang keamanan nasional.”

Pada tahun 2021, hakim Inggris, Baroness Brenda Hale, juga mengatakan dia akan mundur dari pengadilan tertinggi kota itu ketika masa jabatan pertamanya berakhir. Namun dia mengatakan keputusannya tidak ada hubungannya dengan situasi di Hong Kong, menurut media South China Morning Post.

Pada tahun 2022, dua hakim Inggris lainnya, Robert Reed dan Patrick Hodge, juga mengundurkan diri. Pada saat itu, Reed mengatakan dia setuju dengan pemerintah Inggris bahwa hakim Mahkamah Agung Inggris “tidak dapat terus bersidang di Hong Kong tanpa terlihat mendukung pemerintahan yang telah menyimpang dari nilai-nilai kebebasan politik dan kebebasan berekspresi.”

Sebagai tanggapan, pemimpin kota saat itu, Carrie Lam, menyatakan penyesalannya atas pengunduran diri Reed dan Hodge. Namun dia membantah tuduhan apa pun yang mengaitkan pengunduran diri mereka dengan pemberlakuan undang-undang keamanan atau penerapan kebebasan berbicara dan kebebasan politik di Hong Kong. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home