Dua Tahun Kudeta Militer, Warga Myanmar Unjuk Rasa di Bangkok
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM - Ratusan warga Myanmar menggelar unjuk rasa menentang junta militer negaranya di ibu kota Thailand, Bangkok, pada hari Rabu (1/2) Ini sangat kontras dengan kesunyian dan dingin di jalan-jalan Naypyidaw pada ulang tahun kedua kudeta militer.
Demonstran dengan bandana merah diikatkan di kepala mereka melambai-lambaikan plakat di luar tembok kedutaan Myanmar saat mereka menandai dua tahun sejak militer menggulingkan pemerintahan ikon demokrasi Aung San Suu Kyi.
Sejak kudeta, tindakan keras terhadap perbedaan pendapat telah mencatat kekerasan berkobar di seluruh negeri saat kelompok oposisi mengangkat senjata melawan junta.
“Pagi ini saya bangun, mata saya bengkak, benar-benar marah,” kata Zai, 30 tahun, yang hanya ingin nama depannya digunakan setelah melarikan diri dari ibu kota komersial Myanmar, Yangon, setahun lalu.
“Kami menentang militer dan semua pendukungnya,” tambahnya, slogan-slogan anti junta disematkan di jaketnya. “Mereka menyasar semua kalangan, terutama kaum muda. Saya tidak akan aman di sana” karena dia dulu bekerja di media, katanya.
Polisi Thailand berdiri mengawasi sekitar 400 demonstran, hanya turun tangan untuk menggiring mereka menjauh dari lalu lintas.
Rapper dan kelompok teater kecil membantu meramaikan massa dengan slogan-slogan anti junta dan salam tiga jari yang telah menjadi simbol demonstrasi anti-kudeta.
Pendukung tergantung di pagar dengan anak-anak yang tersenyum diangkat di bahu mereka di samping plakat yang memuat foto-foto Suu Kyi. Pemandangan itu sangat jauh dari jalanan Myanmar yang dikontrol ketat yang ditinggalkan Zai, katanya.
Salah satu teman kuliahnya dipenjara setelah memprotes, tambahnya, menghilang ke dalam sistem penjara Myanmar untuk hukuman lima tahun.
“Ketika saya melihat sesuatu yang keras… saya takut,” kata Zai. “Ini semacam trauma. Bukan hanya saya, semua orang takut.”
Saat junta mencoba memperketat kontrol, kekerasan antara militer dan kelompok anti-junta termasuk pemberontak etnis meningkat. Lebih dari 2.900 orang tewas dalam penumpasan militer dengan sekitar 18.000 ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.
“Kami tidak menginginkan apa pun dari mereka (militer), kami hanya menuntut ibu kami kembali,” kata Kywa Tayzar, menggunakan sebutan kehormatan yang sering digunakan untuk menggambarkan Suu Kyi.
Pengunjuk rasa lainnya, pekerja pabrik berusia 25 tahun, Kyaw Zin, dengan rambut berwarna jingga cerah di bawah sinar matahari, memegang tanda dalam bahasa Inggris yang berbunyi "kita harus menjadi generasi terakhir di bawah kediktatoran."
“Saya punya harapan,” katanya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...