Dua Tewas, 22 Luka-luka Akibat Ledakan di Thailand
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Dua orang terbunuh dan 22 terluka dalam sebuah ledakan bom di sebuah area perbelanjaan ramai di ibu kota Thailand, Bangkok, pada Minggu (23/2).
Peristiwa tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah pendukung Perdana Menteri (PM) Thailand Yingluck Shinawatra berjanji untuk bersikap terhadap para demonstran yang melumpuhkan beberapa wilayah kota.
Belum ada kepastian mengenai pihak yang bertanggung jawab.
Bom tersebut meninggalkan jejak-jejak darah. Selain itu, dapat ditemukan pula sejumlah sandal yang berserakan di jalanan area perbelanjaan Rachaprasong. Kebanyakan di antaranya berada di depan sebuah toko yang menjual kaus dengan tulisan “Land of Smile” (negeri senyuman).
Tiga orang anak menderita luka serius di kepala, dan satu orang di antaranya tewas, ujar Erawan Medical Center.
“Salah satu anak laki-laki yang kami perkirakan berusia 12 tahun meninggal karena luka yang diakibatkan ledakan tersebut. Anak lainnya saat ini sedang dioperasi dan anak ketiga masih berada di ruang gawat darurat bersama kami,” ujar seorang perawat Rumah Sakit Ramathibodi di pusat Bangkok kepada Reuters.
Erawan mengatakan seorang perempuan berusia 40 tahun juga tewas dalam peristiwa tersebut.
Yingluck, yang tak terlihat di depan umum selama berhari-hari, dalam sebuah pernyataan di Facebook menyebut peristiwa kekerasan tersebut sebagai terorisme.
“Saya benar-benar mengutuk penggunaan kekerasan selama beberapa hari ini, yang menyebabkan hilangnya nyawa beberapa anak,” ujar Yingluck. “Insiden kekerasan adalah tindakan teroris demi mencapai kepentingan politik tertentu tanpa menghargai nyawa manusia.”
Krisis tersebut berlangsung di antara sebagian besar kelompok antipemerintah yang berasal dari kelompok menengah dari Bangkok serta wilayah selatan Thailand dan pendukung Yingluck dari pedesaan utara dan timur laut negara tersebut.
Kedua pihak tersebut saling menuduh telah memprovokasi terjadinya kekerasan tersebut.
Provokator bersenjata memiliki catatan sejarah dalam usaha membangkitkan ketegangan politik terpolarisasi Thailand. Selain itu kedua pihak dan polisi menyalahkan kekerasan yang terjadi pada pihak bayangan ketiga.
Para pemimpin kelompok propemerintah United Front for Democracy against Dictatorship (UDD) telah bersumpah untuk bersepakat dengan pemimpin kelompok antipemerintah Suthep Thaugsuban.
“Perjuangan ini akan lebih berat dari yang pernah ada. Kita harus memikirkan bagaimana caranya kita dapat bersepakat dengan Suthep dan mereka yang mendukungnya,” Jatuporn Prompan, pemimpin UUD dan anggota senior Partai Puea Thai yang berkuasa, mengatakan kepada ribuan pendukungnya di Nakhon Ratchasima, di timur laut ibu kota.
Belum jelas apakah Jatuporn juga menyerukan serangan bersenjata, namun yang jelas ia berbicara hanya beberapa jam setelah juru tembak menembaki panggung protes kelompok antipemerintah dan melemparkan peledak di Distrik Khao Saming di timur Provinsi Trat, Sabtu (22/2) malam.
Peristiwa tersebut menewaskan seorang anak perempuan berusia lima tahun dan melukai sedikitnya 41 orang.
Pekan Penuh Protes
Kelompok antipemerintah menutup jalanan utama Bangkok selama berminggu-minggu dengan tenda, ban, dan karung pasir, berusaha menggulingkan Yingluck dan menghentikan pengaruh saudara laki-lakinya, Thaksin Shinawatra.
Aksi protes tersebut adalah yang terbesar sejak kerusuhan politik yang mematikan pada 2010, yaitu ketika kelompok pendukung Thaksin, “Kaus Merah” melumpuhkan Bangkok dalam usaha menggulingkan pemerintahan yang dipimpin Partai Demokrat.
Lebih dari 90 orang terbunuh dan 2.000 orang terluka ketika Suthep yang saat itu merupakan wakil perdana menteri mengirimkan pasukan.
Badan antikorupsi juga mengajukan tuntutan padanya pekan lalu atas skema subsidi beras yang telah meninggalkan ratusan petani pendukungnya yang tidak dibayar.
Yingluck akan mendengarkan tuntutan tersebut pada Kamis (27/2).
Kelompok UDD, yang sebagian besar merupakan pendukung Thaksin yang berbasis di utara dan timur laut, dibentuk pada 2008 sebagai lawan kelompok “Kaus Kuning” yang anti-Thaksin.
Thanawut Wichaidit, juru bicara UDD, mengatakan strategi perlawanan terhadap kelompok antipemerintah di Bangkok belum diselesaikan. Namun, ia menyatakan gerakan itu hendak menghindari perang saudara.
“Kami ingin berjuang dengan damai, tanpa senjata, namun kami belum memutuskan bagaimana kami melakukannya dan inilah mengapa kami bertemu hari ini dengan sebuah perencanaan,” Thanawut mengatakan pada Reuters.
“Yang ingin kami hindari adalah perang saudara dan bentuk konfrontasi lainnya,” ujar Thanawut.
Aksi-aksi protes yang terjadi merupakan babak baru konflik politik di Thailand selama delapan tahun ini. (asiaone.com/reuters.com)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...