Dua Ulama Afghanistan Kritik Taliban Larang Pendidikan pada Perempuan
JALALABAD, AFGHANISTAN, SATUHARAPAN.COM-Dua ulama Muslim Afghanistan mengkritik Talban yang melarang pendidikan pada perempuan, ketika seorang menteri penting Taliban memperingatkan para ulama untuk tidak memberontak terhadap pemerintah atas masalah kontroversial tersebut.
Anak perempuan tidak bisa bersekolah di luar kelas enam di Afghanistan, dengan larangan pendidikan kemudian meluas ke universitas. Perempuan dilarang berada di ruang publik, termasuk taman, dan sebagian besar bentuk pekerjaan. Pekan lalu, perempuan Afghanistan dilarang bekerja di kantor PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), menurut badan global itu, meskipun Taliban belum membuat pengumuman publik.
Pihak berwenang menyatakan pembatasan pendidikan sebagai penangguhan sementara, bukan larangan, tetapi universitas dan sekolah dibuka kembali pada bulan Maret tanpa siswa perempuan.
Larangan tersebut telah menimbulkan kegemparan internasional yang sengit, meningkatkan isolasi negara pada saat ekonominya runtuh dan memperburuk krisis kemanusiaan.
Dua ulama terkenal di Afghanistan mengatakan pada hari Sabtu (8/4) bahwa pihak berwenang harus mempertimbangkan kembali keputusan mereka. Oposisi publik terhadap kebijakan Taliban jarang terjadi, meskipun beberapa pemimpin Taliban telah menyuarakan ketidaksetujuan mereka dengan proses pengambilan keputusan.
Seorang ulama, Abdul Rahman Abid, mengatakan lembaga harus diizinkan untuk menerima kembali anak perempuan dan perempuan melalui kelas terpisah, mempekerjakan guru perempuan, mengatur jadwal, dan bahkan membangun fasilitas baru.
Pengetahuan adalah wajib dalam Islam untuk pria dan perempuan, katanya kepada The Associated Press, dan Islam mengizinkan perempuan untuk belajar.
“Putri saya tidak masuk sekolah, saya malu, saya tidak punya jawaban untuk putri saya,” katanya. “Putri saya bertanya mengapa anak perempuan tidak diperbolehkan belajar dalam sistem Islam. Saya tidak punya jawaban untuknya.”
Dia mengatakan reformasi diperlukan dan memperingatkan bahwa penundaan akan merugikan komunitas Islam global dan juga melemahkan pemerintah.
Ulama lain, yang merupakan anggota Taliban, mengatakan kepada AP masih ada waktu bagi kementerian untuk menyelesaikan masalah pendidikan anak perempuan. Toryali Himat mengutip kementerian yang terdiri dari lingkaran dalam pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada, yang berbasis di Kandahar.
Atas perintahnya, pemerintah melarang anak perempuan dari ruang kelas. Himat mengatakan ada dua jenis kritik, yang satu merusak sistem dan yang lain membuat kritik korektif.
“Islam memperbolehkan laki-laki dan perempuan untuk belajar, tapi hijab dan kurikulum harus diperhatikan,” kata Himat. “Kritik korektif harus diberikan dan emirat Islam harus memikirkan hal ini. Di mana tidak ada kritik, ada kemungkinan korupsi. Pendapat pribadi saya adalah bahwa anak perempuan harus mendapatkan pendidikan hingga tingkat universitas.”
Ulama Tiak Boleh Menentang
Penjabat Menteri Pendidikan Tinggi, Nida Mohammad Nadim, mengatakan pada hari Jumat (7/4) bahwa ulama tidak boleh menentang kebijakan pemerintah.
Dia membuat pernyataan setelah ulama lain, Abdul Sami Al Ghaznawi, mengatakan kepada siswa di sebuah sekolah agama bahwa tidak ada konflik atas pendidikan anak perempuan. Dia mengatakan kitab suci Islam jelas bahwa pendidikan anak perempuan dapat diterima. Al Ghaznawi belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar.
Nadim tampaknya menargetkan Al Ghaznawi dengan menyebut "seorang ulama yang terhormat" di bagian atas pernyataan video yang dirilis di media sosial.
“Kamu mendorong orang-orang untuk memberontak, jadi apa hasilnya?” kata Nadim. “Hasilnya adalah pemberontakan terhadap (larangan) ini diperbolehkan. Jika orang didorong untuk memberontak melawan sistem, apakah itu akan menguntungkan umat Islam?”
Menteri tidak segera tersedia untuk dimintai komentar. Namun juru bicaranya, Hafiz Ziaullah Hashimi, membenarkan ucapan Nadim tersebut tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang siapa yang mereka tuju atau alasan di baliknya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...