Dubes: Banyak WNI Korban Perdagangan Manusia
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo, memperkirakan jumlah warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia di Tiongkok, sangat banyak.
"Saya percaya ini seperti puncak gunung es, tinggal tunggu waktu meledak," katanya, dalam obrolan dengan Antara di Beijing, Senin (11/5), terkait masih adanya WNI yang menjadi tenaga kerja ilegal di Tiongkok daratan.
Soegeng mengatakan, sejak Januari 2015 pihaknya telah memulangkan sekitar 40 orang WNI yang bekerja secara ilegal di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok sendiri, tidak mengizinkan adanya buruh migran di wilayahnya, kecuali di Hong Kong dan Makau.
Ia mengungkapkan, tindak kriminal perdagangan manusia, termasuk yang melibatkan WNI di Tiongkok daratan, sulit diselesaikan secara tuntas. "Ada indikasi baik korban maupun organisasi perdagangan manusia, bekerja sama," kata Dubes Soegeng.
Ia menambahkan, korban terkadang, memberikan jawaban yang berbelit-belit, ketika ditanya bagaimana dia bisa bekerja di Tiongkok. Tidak berterus terang, berupaya menutup-nutupi informasi, sehingga aparat juga kesulitan melacak secara tuntas.
Namun, tambah Dubes Soegeng, pihaknya terus bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok menuntaskan aksi perdagangan manusia tersebut.
Wanita Penghibur
Sebagian besar TKI yang diselundupkan ke Tiongkok daratan menjadi wanita penghibur, dan untuk TKI pria dijadikan buruh kasar di pabrik atau pelabuhan.
Meski telah memulangkan sekitar 40 orang TKI ilegal, jumlah WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Tiongkok daratan masih terus bertambah.
Salah satunya AS (29) , perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang dipaksa sebagai wanita penghibur di SPA dan karaoke di Tangsha, di luar kota Beijing.
AS dibeli oleh agen di Tiongkok dari agennya di Blitar, sebesar 15 ribu Yuan atau sekitar Rp 30 juta. Perempuan yang pernah dua tahun bekerja di Panasonic, Malaysia tersebut tiba di KBRI Beijing pada Kamis (7/5) malam.
"Saya diimingi gaji besar, dua belas juta, kerja di kafe di Tiongkok. Tetapi sampai sini, saya kerja di SPA plus-plus, dan seminggu kemudian di karaoke, selama sebulan. Dan karena tidak tahan, ada kesempatan saya kabur dan melapor ke KBRI," katanya.
Ia mengungkapkan, saat tiba di tempatnya bekerja telah ada WNI lain yang telah lama bekerja di SPA.
"Ketika ada razia, kami berpencar, entah sekarang mereka dimana. Saya bisa lolos razia karena dijamin bos saya. Bos saya memindahkan saya ke Karaoke Televisi (KTV), di sana juga sudah ada WNI lain, saat saya kabur mereka sedang bekerja, melayani tamu masing-masing," kata AS.
Sebagian WNI korban perdagangan manusia ditampung di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing, dan rumah penampungan Kantor Keamanan Publik Tiongkok.
Pemerintah setempat menetapkan, bagi buruh migran yang telah lebih dari sebulan berada di Tiongkok, diharuskan membayar denda 10.000 Yuan (Rp 21 juta) dan tinggal di rumah penampungan Kantor Keamanan Publik.
Mereka akan dipulangkan setelah menjalani segala proses administrasi hukum, serta difasilitasi KBRI antara lain dengan penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi TKI yang paspornya disita majikan atau agen.(Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...