Dunia Sudah Dilanda Anomali Cuaca
SATUHARAPAN.COM - "Natal tahun 2015, saya mudik ke Inggris. Yang mencengangkan saya adalah cuaca di luar sana. Hujan sudah tidak aneh lagi, mengingat pola cuaca Inggris yang dipengaruhi sistem Samudra Atlantik. Tapi yang membuat saya heran adalah hangatnya suhu di saat Natal. Temperatur menunjukkan 16 derajat celsius di kawasan West Midlands dan bagian lain di Inggris," kata Grahame Lucas, moderator ramalan cuaca televisi yang dikutip dari dw.de.
Ia menambahkan, fenomena cuaca ini dipicu aliran front udara hangat yang lembab dari Kepulauan Azores, yang mengembus ke timur laut. Jadi sebetulnya semua normal, tidak ada masalah.
Lalu bagaimana dengan perubahan iklim? Jika masuk ke pub lokal, pengunjung juga tidak peduli fenomena cuaca. Yang penting, itu hari Natal. Jika perlu salju untuk pohon natal, gampang, bubuhkan saja dari kaleng aerosol.
Padahal, di musim itu, seharusnya front cuaca normal adalah kebalikannya. Arus datang dari barat daya menuju timur laut, dengan membawa temperatur kutub sedingin es. Apakah pertanda dampak perubahan iklim sudah datang?
Profesor Myles Allen dari Oxford University, mengamini perkiraan itu. Cuaca normal di Eropa, saat Natal penuh salju, mungkin sudah menjadi fenomena masa lalu. Musim dingin di Eropa Barat dan Inggris di masa depan akan lebih hangat. Contohnya, Inggris pada bulan Desember tahun 2015 mencatat curah hujan tertinggi dalam sejarah meteorologi sejak 1910. Itu memicu banjir besar di utara Inggris.
Suhu rata-rata juga naik lebih dari 4 derajat celsius. Profesor Allen mengatakan, "Kita tidak bisa mengalahkan perubahan cuaca, dengan berlari seperti atlet, mengejar target yang terlalu kecil. Ini pertanda sesuatu telah berubah." Banjir melanda di mana-mana dan kekeringan juga menerpa separuh dunia terutama di Asia dan Afrika. Kebakaran hutan meruyak mulai dari Indonesia, Australia, hingga ke Amerika Utara. Apakah kita bisa menuduh El Nino sebagai pemicu semuanya?
Namun, yang paling mencemaskan adalah ketidakpedulian global. Beberapa pekan silam, dalam KTT Iklim di Paris disepakati pemotongan emisi CO2 untuk mencegah pemanasan global. Itu berita bagusnya.
Berita buruknya, 190 negara yang hadir tidak diikat kewajiban untuk menerapkan target yang digariskan. Juga naasnya, menurut para pakar, dalam masa ini kemungkinan pemanasan global sudah mencapai titik kritis, lajunya tidak bisa dihentikan lagi.
Juga masih banyak orang yang tidak percaya, bahwa perubahan iklim sudah terjadi, walaupun pertandanya makin jelas dan para ilmuwan sudah mewanti-wanti.
Sekarang buktinya sudah jelas, perubahan iklim sudah melanda, seperti yang dikatakan mantan Wakil Presiden AS, Al Gore, adalah kenyataan yang tidak menyenangkan. Dan waktu bagi kita untuk mengatasinya sudah lama lewat.
Dampak Perubahan Iklim Sudah Landa Dunia
-Kabut asap di Asia Tenggara, kebakaran hutan di Indonesia yang dipicu fenomena iklim El Nino, durasinya bertambah panjang dari biasanya. Akibatnya negara tetangga Malaysia, Singapura, dan Thailand, dicekik kabut asap berbulan-bulan. Kuala Lumpur disergap kabut berminggu-minggu.
-Masalah kesehatan dipicu kabut asap, Kalimantan dan Sumatera sudah langganan disergap kabut asap akibat kebakaran hutan. Tapi serangan kabut asap tahun ini jauh lebih hebat dan panjang dibanding tahun tahun sebelumnya. Badan program mengatur antariksa Amerika (NASA) melaporkan fenomena iklim El Nino yang alami perubahan pola. Akibatnya lebih 500.000 warga menderita infeksi saluran pernafasan akibat kabut asap.
-Smog di Tiongkok berkategori berbahaya, telah melewati ambang batas aman yang ditetapkan WHO terutama berasal dari pambakaran batubara secara intensif. Ekonomi Tiongkok sangat bergantung pada pembangkit listrik batubara. Dampaknya adalah masalah kesehatan bagi jutaan warga.
-Masalah sosial dipicu kemarau panjang, kemarau panjang dan kekeringan dipicu perubahan iklim, menimbulkan masalah sosial berat di negara berkembang. Terutama anak perempuan yang jadi korban. Organisasi bantuan Kindernothilfe mencatat, kasus perkawinan dini meningkat. Pasalnya, orang tua tak mampu lagi memberi makan keluarganya. Menikahkan dini anak perempuan berarti satu beban berkurang dan dari uang mahar anak lain bisa diberi makan.
-Banjir makin kerap datang, di belahan bumi lainnya terjadi fenomena kebalikan. Curah hujan makin tinggi dan badai makin sering melanda. Banjir yang tak kenal musim memaksa jutaan orang bermigrasi. Angka kemiskinan hingga 2030 diramalkan meningkat drastis. Bencana lingkungan di kawasan Afrika dan Asia Selatan memicu gagal panen, kelaparan dan wabah penyakit.
-Angin topan membuat sengsara, misalnya Filipina yang selalu dilanda 20 topan hebat setiap tahunnya.
-Eropa juga terimbas, pemanasan global dan perubahan iklim juga berdampak di Eropa. Sungai Rhein yang melintasi beberapa negara dan penting sebagai urat nadi lalu lintas air, nyaris kering akibat tak turun hujan selama berbulan-bulan. Dampak ekonominya, transportasi barang kini mengandalkan moda darat yang jauh lebih mahal.
-Kematian massal terumbu karang, juga melanda kawasan luas di bawah laut. Pemicunya, makin hangatnya suhu air laut, yang memicu stres dan pertumbuhan ganggang beracun.
-Beruang kutub terancam punah, beruang kutub menjadi simbol bagi perubahan iklim. Akibat lumernya lapisan es abadi di kutub utara, binatang ini kehilangan habitat alaminya. Tidak ada lapisan es, berarti beruang kutub tidak bisa berburu mangsanya dan akan mati kelaparan. Ramalan pesimistis menyebutkan: hingga 2050 populasi beruang kutub akan menyusut hingga tinggal 30 persen dari populasi saat ini.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...