Duterte Kecam Gereja yang Menentang Pemerintah Perangi Narkoba
MANILA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam Gereja Katolik yang menolak kebijakan Duterte yang menggencarkan pembunuhan terhadap dalang narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba).
Saat berpidato di hadapan kesatuan Kepolisian Filipina, hari Kamis pekan lalu, dan diberitakan kembali Christian Times, hari Selasa (24/1), Duterte mempertanyakan sikap gereja yang menggencarkan kritik terhadap upaya pemerintah dalam memerangi narkoba di negara tersebut dan menuduh pendeta erat kaitannya dengan homoseksualitas, korupsi dan kekerasan terhadap anak.
Menurut angka kepolisian Filipina, sebanyak 7.042 orang telah meninggal dunia dalam perang narkoba. Sebanyak 2.250 tewas dalam operasi anti-narkoba sementara sebagian besar kematian lainnya masih diselidiki.
Dia mengatakan bahwa para pendeta seharusnya menggunakan pengaruh mereka untuk membantu pemerintah bukannya mencela dia.
“Kebanyakan orang di sini adalah Katolik. Jika Anda adalah seorang pendeta yang baik, maka seharusnya pendeta menyadarkan pecandu narkoba bahwa mereka akan mati,” kata Presiden.
Duterte mempertanyakan tujuan pemuka agama mengkritik dia dan kepolisian Filipina.
Duterte berpidato sehari setelah salah satu penasihat kepresidenan Filipina bertemu Paus Fransiskus di Vatikan.
Penasihat yang dimaksud adalah Penasihat Presiden tentang Proses Perdamaian, Jesus Dureza menyampaikan surat presiden untuk Paus Fransiskus yang berisi ucapan berterima kasih atas kunjungannya ke Filipina pada tahun 2015.
“Filipina menghargai hubungan khusus dengan Takhta Suci dan salam dengan rasa syukur.
Dureza mengatakan bahwa Paus mengatakan kepadanya bahwa ia akan memberkati Filipina dan presiden.
Duterte menimbulkan kontroversi ketika ia memaki-maki Paus karena menyebabkan kemacetan lalu lintas selama kunjungan Paus pada bulan Januari 2015. Presiden kemudian meminta maaf dan menjelaskan bahwa ia mengumpat dan memaki yang dialamatkan kepada pemerintah Filipina bukan kepada kemampuan Paus Fransiskus.
Menurut cbcpnews.com, hari Minggu (22/1) seorang uskup dari gereja Katolik Filipina, Ruperto Santos mengatakan, gereja selalu terbuka untuk berdialog dengan pemerintah Duterte, tetapi tidak dapat menghentikan penyebaran Injil hidup dalam membela martabat manusia.
Santos menegaskan keterbukaan gereja terhadap dialog tentang berbagai isu yang mempengaruhi negara.
Dia menekankan gereja bertekad membela kelompok pro terhadap kehidupan.
“Itu adalah solusi yang terbaik, yakni kita harus duduk dan berbicara," kata Santos dalam konferensi pers World Apostolic Congress keempat, Mercy Bagac, Bataan, Filipina pada 20 Januari.
“Gereja mendengarkan derita orang-orang ketergantungan narkoba, tetapi mari kita amati apa saja hal-hal yang dapat kita kerjakan bersama, dan hal-hal apa yang kita hindari,” kata dia.
Menurut Santos jika ada khotbah di dalam gereja tidak dapat menekan peningkatan jumlah pembunuhan, dan khotbah tidak dapat mempengaruhi pemerintah yang terus-menerus meningkatkan hukuman mati terhadap orang-orang yang terkait dengan narkoba. (christiantimes.com/cbcpnews.com)
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...