Edy Prasetyono: Pertahanan Nasional Belum Maksimal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, peningkatan prestasi dalam hal pertahanan nasional masih jauh dari yang seharusnya dapat dicapai. Hal itu dinyatakan langsung oleh Edy Prasetyono, Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia sekaligus pengamat di bidang pertahanan nasional Indonesia, Selasa (13/5).
“Kalau dilihat dari segi upaya peningkatan kekuatan secara umum di bidang pertahanan dalam kurun waktu 10 tahun ke belakang sebenarnya ada,” kata dia di kantornya kepada satuharapan.com. “
“Tapi sebenarnya kalau mau dinilai secara absolut peningkatan dari tahun ke tahun tidak ada yang mencolok. Yang paling mencolok adalah adanya kesadaran bahwa Indonesia harus mulai meningkatkan kekuatan pertahanan dalam beberapa tahun terakhir.”
Selain peningkatan dalam Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan organisasi, peningkatan juga terjadi dalam aspek anggaran. Saat ini anggaran yang dimiliki pemerintah dalam bidang pertahanan sekitar Rp 70 triliun. Tapi, menurutnya anggaran tersebut masih sangat jauh dari yang seharusnya. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh dia dan tim, anggaran untuk pertahanan nasional secara umum adalah sekitar Rp 800 triliun untuk 20 tahun ke depan. Dengan anggaran sebesar itu maka Indonesia bisa mencapai negara maritim yang jauh lebih baik.
Menurutnya, masalah-masalah yang dihadapi dalam pertahanan nasional adalah pengamanan Aur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), mengatasi peningkatan kekuatan militer dari negara lain, fasilitas yang belum memadai seperti kapal selam dan pesawat Sukhoi.
Edy juga mengungkapkan bahwa Indonesia akan diperhitungkan oleh negara lain jika kekuatan maritimnya bagus. Namun, melihat dari perkembangan alat-alat tempur dan fasilitas yang dimiliki masih jauh dari negara lain.
Masih kurangnya pencapaian Indonesia dalam hal pertahahan nasional juga tidak terlepas dari adanya prioritas lain yang lebih diperhatikan oleh pemerintah, sumber daya manusia yang masih terbatas, finansial, dan industri pertahanan domestik yang belum memadai.
Edy berpendapat bahwa masalah-masalah tersebut bisa disiasati dengan cara meningkatkan anggaran pertahanan nasional. Namun, jika anggaran tersebut sulit untuk naik maka ada beberapa jalan keluar yang bisa ditempuh seperti melakukan kaji ulang yang berisi pertanyaan seputar kebutuhan besarnya anggaran dan apakah hal itu bisa dipenuhi secara efisien. Kalau kaji ulang tersebut bisa dijawab, maka efisiensi penggunaan anggaran bisa tercapai.
“Jangan-jangan kesalahan tidak terletak pada tidak adanya dana, melainkan ada dana yang besar tapi tidak tahu memilah mana yang harus menjadi prioritas. Itu bisa saja terjadi,” kata dia.
Langkah yang kedua adalah tidak semua beban ada di departemen pertahanan. Misalnya kebutuhan prajurit di bidang pendidikan seharusnya hal tersebut bisa diserahkan kepada Kementerian Pendidikan, dalam bidang perumahan untuk prajurit juga bisa diserahkan kepada Kementerian Perumahan Rakyat Indonesia dan untuk jaminan kesehatan prajurit bisa diserahkan kepada Kementerian Kesehatan. Dengan demikian anggaran tidak akan banyak tersedot kepada hal-hal yang bisa diurusi oleh kementerian lainnya. Dalam hal ini, perlu adanya kerja sama antara kementerian satu dengan yang lain.
“Sebaiknya pemerintah tidak takut-takut untuk mengeluarkan dana yang banyak demi meningkatkan sistem dan sarana pertahanan. Karena Indonesia adalah negara yang besar. Paling tidak dibutuhkan dana sebanyak Rp 200 triliun per tahun,” tambahnya.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...