Ekonom: Harga Minyak US$ 60 Bertahan Sampai 5 Tahun Mendatang
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM – Harga minyak diperkirakan akan bertahan di level yang rendah, yaitu sekitar US$ 60 per barel hingga lima tahun ke depan, sejalan dengan pendinginan perekonomian Tiongkok. Ini dikatakan oleh ekonom Andy Xie dalam sebuah wawancara dengan CNBC (11/12).
Menurut mantan ekonom Morgan Stanley dan mantan ekonom senior IMF itu, sebelum ini harga minyak meningkat demikian tinggi dipicu oleh booming perekonomian Tiongkok.
Kini negara Tirai Bambu itu dalam transisi supersiklus 15 tahunan yang ditandai dengan pembangunan 'mesin' industrialisasi besar-besaran sehingga kini perlu pendinginan untuk mengelola investasi berlebihan (overinvestment). Ini, kata dia, akan menekan harga komoditas.
"Ketika Tiongkok kembali ke kondisi normal, saya kira harga minyak akan kembali normal juga, sehingga US$ 60 akan merupakan harga yang normal sampai lima tahun ke depan," kata dia.
Xie memperkirakan harga minyak yang jatuh ke US$ 60 pada Setember lalu disebabkan oleh melemahnya permintaan energi Tiongkok.
Dia mengatakan penurunan harga minyak mengikuti jejak penurunan harga batubara yang sudah terjadi jauh sebelum ini, namun ia berharap kesenjangan harga antara kedua komoditas tersebut semakin menipis.
"(Harga) batubara turun 60 persen, begitu juga nanti saya berharap harga minyak akan turun 60 persen juga," tutur dia.
Harga minyak mentah AS sejauh ini telah jatuh 43 persen dari posisi tertingginya US$ 107,73 per barel di Juni.
Hingga lima tahun ke depan, kata Xie, Tiongkok akan mengalami deflasi dan penurunan permintaan. Konsumsi akan tetap sehat, kata dia, dengan dihela oleh konsumsi rumah tangga yang terus berlanjut serta kinerja ekspor yang baik.
Sebagai akibat dari keseluruhan yang terjadi pada perekonomian Tiongkok, kata Xie, yang terpukul adalah perusahaan-perusahaan produsen bahan mentah dan peralatan, seperti Australia, Jepang dan Jerman. Sedangkan produsen barang konsumsi
seperti Prancis dan Swiss tidak terlalu terpengaruh.
Tidak Sepakat
Analis geeopolitik, Richard Mallinson tidak sepakat dengan analisis Xie. Menurut dia, semakin lama harga minyak berada di level yang rendah, semakin besar pertumbuhan permintaan.
"Tiongkok memang bukan lagi pusat utama pertumbuhan permintaan. Ekonomi TIongkok sedang mengalami penyeimbangan kembali dan tingkat pertumbuhannya melambat.Namun, masih ada ekonomi negara Asia lainnya, masih banyak bagian lain dari dunia, dan harga yang rendah akan membuka pertumbuhan permintaan. Cuma perlu waktu sejenak untuk bangkit kembali," kata dia.
DIa menambahkan, harga minyak tidak mungkin mencapai keseimbangan di level US$ 60 dalam waktu lama karena bagi banyak negara non-OPEC harga itu tidak layak.
Konsekuensinya, produsen akan mengurangi proyek eksplorasi yang pada gilirannya mengurangi pasokan. Konsekuensinya, harga akan meningkat.
Astronot China Produksi Oksigen via Fotosintesis
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Kru pesawat ruang angkasa Cina Shenzhou-19 melakukan serangkaian eksperim...