Ekonom Soroti Berkurangnya Jumlah Lowongan di Situs Pencari Kerja
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov, menyoroti terdapat fenomena berkurangnya jumlah lowongan pekerjaan yang ditawarkan di sejumlah situs pencari kerja, sehingga perlu adanya antisipasi terkait hal tersebut.
"Ada data menarik dari BPS yang melakukan big data terhadap jobs.id (situs pencari kerja)," kata Abra Talattov dalam Webinar tentang perkembangan ekonomi hadapi dampak COVID-19 yang dipantau di Jakarta, Sabtu (2/5).
Ia memaparkan, biasanya di situs tersebut setiap bulannya ada lowongan kerja hingga di atas 10.000 pekerjaan, tetapi pada April ini berkurang sekitar 70 persen sehingga hanya ada tawaran sekitar 2.000 lowongan kerja.
Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa dunia usaha semakin sulit untuk merealisasikan penambahan kerja untuk perusahaan mereka.
Bahkan, katanya, kini semakin banyak pekerja yang dirumahkan dengan alasan antara lain karena bila di-PHK, perusahaan kesulitan membayar pesangon.
"IMF prediksi bakal ada tiga juta pengangguran baru di Indonesia, padahal setiap tahun Indonesia menambah angkatan kerja baru sekitar 2 juta orang," katanya.
Abra berpendapat, meski telah mendapatkan kelonggaran pajak bukan berarti hal itu akan menjamin pemulihan dunia usaha akan juga dapat bergerak dengan cepat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, jumlah pengangguran di berbagai negara berpotensi tumbuh hingga dua digit karena turunnya aktivitas industri manufaktur dan jasa akibat adanya pandemi COVID-19.
“Dilihat dari PMI (Prompt Manufacturing Index), baik di sektor manufaktur, jasa, dan dari sisi setiap negara menunjukkan penurunan maka pengangguran meningkat di berbagai negara,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Jumat (17/4).
Sri Mulyani menyatakan, saat ini hampir semua negara telah menunjukkan peningkatan jumlah pengangguran hingga dua digit seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 10,4 persen dari tahun sebelumnya hanya 3,7 persen.
“Bahkan ada yang mengestimasi lebih dari 15 persen hingga 20 persen, jadi ini adalah tingkat pengangguran terbesar kalau dilihat dari sejarah dunia seperti yang comparable dengan saat depresi ekonomi,” katanya.
Tak hanya AS, Uni Eropa juga diprediksikan mengalami peningkatan jumlah pengangguran yaitu mencapai 10,4 persen pada 2020 dan 8,9 persen pada 2021 dari sebelumnya 7,6 persen saat 2019.
Sementara di Asia seperti Jepang diperkirakan meningkat 3 persen, Korea 4,5 persen, Hong Kong 4,5 persen, dan Australia 7,6 persen.
Sri Mulyani menyatakan, untuk Indonesia sampai saat ini telah ada lebih dari 1,5 juta pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan akibat pandemi COVID-19. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...