Ekonomi Digital Memperlebar Kesenjangan
SATUHARAPAN.COM – Amerika Serikat dan China, dua negara yang paling besar meraup keuntungan dari ekonomi digital. Demikian hasil penelitian dalam laporan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) seperti diberitakan dalam situs PBB, hari Kamis (5/9).
Laporan Ekonomi Digital itu untuk pertama kali menguraikan potensi keuntungan luar biasa dari ekonomi global yang membuat manusia semakin saling terhubung. Namun manfaatnya dalam menyebarkan potensi kekayaan itu kepada lebih banyak orang.
AS dan China menguasai sebagian besar kekayaan ekonomi digital, ungkap penelitian itu. Keduanya menguasai 75% dari semua hak paten yang terkait dengan teknologi blockchain, 50% pengeluaran global untuk "Internet of Things" (IoT) ), lebih dari 75% pasar komputasi cloud, dan 90% dari nilai kapitalisasi pasar dari 70 perusahaan platform digital terbesar di dunia.
Sementara itu, negara-negara lain, khususnya di Afrika dan Amerika Latin, berada jauh di belakang. Perkembangan ini kemungkinan akan berlanjut, dan akan berkontribusi pada meningkatnya ketidaksetaraan, kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam kata pengantar tentang laporan tersebut.
“Kita harus bekerja untuk menutup kesenjangan (teknologi dan ekonomi) digital ini,” katanya. Disebutkan bahwa lebih dari separuh dunia menghadapi masalah keterbatasan, atau bahkan tidak ada akses pada Internet. Inklusivitas sangat penting untuk membangun ekonomi digital yang memberikan keuntungan untuk semua.
Terlepas dari dampak tentang data digital, laporan itu menyebutkan bahwa dunia masih dalam masa-masa awal ekonomi berbasis data. Diperkirakan akan terjadi lonjakan dramatis dalam lalu lintas data dalam beberapa tahun mendatang.
Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah orang yang menggunakan Internet, dan penggunaan teknologi perbatasan seperti blockchain, analitik data, kecerdasan buatan, pencetakan 3D, IoT, otomatisasi, robot, dan komputasi cloud.
Platform yang Menguasai Dunia
Kekayaan dan kekuatan di bidang teknologi digital semakin dipegang oleh sejumlah kecil yang disebut "platform super", yang terdiri dari tujuh merek global, seperti Microsoft, Apple, Amazon, Google, Facebook, Tencent dan Alibaba.
Di antara mereka, perusahaan-perusahaan ini menguasai dua pertiga dari total nilai pasar dari 70 platform teratas. Di Cina adalah WeChat yang dimiliki oleh Tencent, dan AliPay, sebuah perusahaan Alibaba, telah menguasai hampir seluruh pasar pembayaran seluler China. Google menguasai sekitar 90 persen dari pasar pencarian Internet global, dan Facebook adalah platform media sosial teratas di lebih dari 90 persen negara.
Perusahaan-perusahaan itu bersaing secara agresif untuk tetap di atas, memperluas layanan baru, melobi pembuat kebijakan, dan membangun kemitraan strategis dengan perusahaan multinasional terkemuka di sektor tradisional.
UNCTAD memperingatkan bahwa dominasi platform ini mengarah pada konsentrasi dan konsolidasi nilai digital, ketimbang mengurangi ketidaksetaraan antara dan di dalam negara. Negara-negara berkembang berada di posisi terbawah. Laporan ini juga menyerukan pemikiran ulang untuk distribusi yang lebih adil dari keuntungan ekonomi digital.
Pemerintah didorong memainkan peran dalam mendefinisikan aturan main, kata Mukhisa Kituyi, Sekretaris Jenderal UNCTAD, dengan mengadaptasi undang-undang, dan secara menyerukan kolaborasi internasional terkait isu-isu kompetisi, perpajakan, aliran data lintas batas, kekayaan intelektual, perdagangan dan kebijakan ketenagakerjaan.
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...