Ekonomi RI Tumbuh 5,17 Persen Meski Hadapi Gejolak Global
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menjelang penutupan Tahun Anggaran 2018, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, bahwa tahun 2018 bukan merupakan tahun yang mudah karena adanya gejolak global yang sangat dinamis.
Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi hingga kuartal ketiga mencapai 5,17 persen dengan inflasi terjaga pada 3,2 persen dari asumsi 3,5 persen. Nilai tukar di dalam APBN 2018 sebesar Rp13.400, realisasinya hingga akhir November mencapai 14.260. Harga minyak dalam APBN 2018 yang diasumsikan 48 dollar AS, sampai dengan akhir November realisasinya 68,6 dollar AS per barel.
Namun demikian, menurut Menkeu, tahun 2018 kita mencatat hingga akhir November pendapatan negara tumbuh sebesar 18,2 persen. “Ini adalah pertumbuhan yang sangat tinggi dibandingkan tahun 2017 yang hanya sebesar 6,5 persen,” kata Menkeu dalam laporannya pada acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2019, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/12).
Menurut Menkeu, perpajakan menyumbangkan pertumbuhan penerimaan negara sebesar 15,3 persen sampai dengan akhir November, dibandingkan tahun lalu yang hanya tumbuh 3,2 persen. PNBP, dikarenakan harga minyak dan sumber daya alam serta kurs, menyumbangkan pertumbuhan pendapatan negara 28 persen dibandingkan tahun lalu yang juga sudah tinggi 22 persen.
Sedangkan belanja negara sampai dengan bulan November ini tumbuh sebesar 11 persen, di mana kementerian serta lembaga telah membelanjakan dengan pertumbuhan belanja sebesar 11,9 persen.
“Ini adalah angka yang sangat baik dibandingkan tahun lalu, dimana kementerian lembaga tumbuh 8,6 persen, atau dalam hal ini telah membelanjakan sebesar Rp665,9 triliun,” ujar Sri Mulyani seraya menambahkan, kita masih memiliki 1 bulan terakhir dimana terlihat akselerasi dari seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah dalam melaksanakan belanja tahun ini.
Hingga akhir November, menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, posisi APBN 2018 adalah sangat sehat. Defisit kita mencatat 1,95 persen dari PDB dibandingkan tahun lalu pada posisi November defisitnya yang sebesar 2,59 persen dari PDB.
“Posisi defisit 1,95 persen dari PDB adalah yang terendah sejak tahun anggaran 2014,” ucap Sri Mulyani.
Yang lebih menggembirakan, lanjut Menkeu, adalah posisi primary balance atau keseimbangan primer yang pada bulan November akhir mencatat hanya negatif Rp36 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan tahun lalu posisi defisit primary balance kita sebesar 139,1 triliun.
“Artinya, dalam 1 tahun kita telah menurunkan defisit primary balance lebih dari Rp100 triliun,” terang Menkeu.
APBN 2019
Posisi APBN 2018 yang baik, menurut Menkeu, merupakan bekal yang cukup positif untuk memasuki APBN 2019. Pada tahun 2019 nanti, asumsi APBN adalah pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, suku bunga 5,3 persen, nilai tukar 15.000, dan harga minyak 70 dolar per barel.
Menkeu menjelaskan, dalam pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, asumsi makro ini dihadapkan pada situasi yang sangat dinamis. Harga minyak yang tadinya diasumsikan 48 dollar AS per barel di tahun 2018, sekarang telah mencapai 70 dollar AS per barrel, dan bahkan kemudian mengalami dinamika menurun.
Sedangkan nilai tukar yang di dalam nota keuangan disampaikan Presiden Rp14.400, lalu ditetapkan di level Rp 15.000 kemudian mengalami perkuatan. Suku bunga yang diasumsikan 5 persen tumbuh menjadi 5,3 persen.
“Artinya tahun 2019 kita akan terus dihadapkan pada kondisi yang terus dinamis,” tegas Menkeu.
Untuk tahun 2019, Menkeu menjelaskan, penerimaan negara ditetapkan sebesar Rp2.165,1 triliun, terdiri atas penerimaan perpajakan Rp17.086 dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Rp378,3 triliun.
Kalau kita lihat bahwa minyak dan gas berkontribusi 10 persen terhadap total pendapatan Negara, maka ketidakpastian terhadap harga minyak dan dinamika nilai tukar pasti akan mempengaruhi estimasi .
Tax ratio tahun depan diperkirakan mencapai 12,2 persen atau tertinggi sejak tahun 2016 yang sempat mengalami penurunan terendah hingga 10,8 persen.
“Pertumbuhan penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar 15,4 persen. Ini adalah pertumbuhan yang lebih rendah dari tahun ini yang realisasinya kami 18,4 persen, namun perpajakan tumbuh sekitar 15 persen,” jelas Menkeu.
Mengenai anggaran belanja, Menkeu Sri Mulyani mengemukakan, tahun depan sebesar Rp2.461,1 triliun, yang dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.634,3 triliun, dan untuk pemerintah daerah sebesar Rp855,45 triliun.
Beberapa hal yang sangat menonjol di tahun 2019, menurut Menkeu, adalah: pertama, untuk dana anggaran bantuan sosial di dalam rangka untuk makin menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia yang masih di atas 9 persen, maka alokasi dana PKH (Program Keluarga Harapan) tahun 2019 dinaikkan dua kali lipat.
“Ini adalah sebetulnya untuk mengembalikan pengeluaran untuk kelompok miskin semenjak awal digulirkan PKH sebesar 17 persen. Kenaikan anggaran PKH adalah dari Rp19,3 triliun tahun 2018 menjadi Rp34,4 triliun, dua kali lipat untuk 10 juta kelompok miskin,” jelas Menkeu.
Kedua, pemerintah akan memulai adanya inisiatif mengembangkan kerangka pendanaan risiko bencana, baik yang berasal dari APBN maupun dalam skema transfer risiko bencana, melalui asuransi pertanian, asuransi nelayan, dan mulai tahun 2019 asuransi barang milik negara.
“Artinya. seluruh gedung-gedung milik pemerintah diasuransikan terhadap bencana alam,” ucap Menkeu.
Ditambahkan Menkeu, untuk tahun 2019 pemerintah juga memulai adanya pooling fund untuk menghadapi bencana, dan ini merupakan suatu anggaran awal untuk pola asuransi bencana bagi seluruh daerah di Indonesia.
“Untuk tahun 2019, sesuai dengan arahan Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden, maka dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana alam juga ditingkatkan,” ucap Menkeu.
Ketiga, untuk kementerian lembaga diharapkan terus fokus melakukan prinsip-prinsip tata kelola dan akuntabilitas di dalam membelanjakan dan efektivitas belanja di kementerian/lembaga sesuai dengan prioritas.
Keempat, untuk infrastruktur pembiayaan akan terus dikembangkan berbagai sumber pembiayaan termasuk creative financing yang tidak hanya berasal dari dana publil dan dari hutang.
Menkeu juga menjelaskan, untuk tahun 2019 dana transfer ke daerah dan Dana Desa mencapai Rp826,8 triliun, Dana Alokasi Khusus fisik naik cukup besar dari Rp69,3 triliun (2018) menjadi Rp77,2 triliun (2019. Dana Desa mengalami kenaikan dari Rp60 triliun menjadi Rp70 triliun, atau naik 16,6 persen. Dan untuk pertama kali akan dilakukan alokasi untuk Dana Kelurahan sebesar Rp3 triliun bagi 8,212 Kelurahan.
Menkeu berharap btahun 2019 akan merupakan tahun dimana pemerintah fokus untuk membelanjakan anggaran secara bersih, efisien, dan sesuai dengan tingkat output yang diharapkan.(Setkab)
Editor : Melki Pangaribuan
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...