Loading...
INDONESIA
Penulis: Francisca Christy Rosana 18:04 WIB | Senin, 21 September 2015

Eksekutif Hanya Tampung 10 Persen Hasil Reses DPRD

Ketua Fraksi Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Muhammad Sanusi di Gedung Serbaguna DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (21/9) siang. (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Fraksi Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Muhammad Sanusi mengungkapkan, Pemerintah Provinsi hanya mengakomodasi 10 hingga 15 persen usulan pembangunan yang diajukan dewan melalui hasil reses dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Keluhan ini diajukan seusai pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Plafon Priorioritas Anggaran Sementara (PPAS) oleh tim badan anggaran (Banggar) DPRD DKI terhadap Dinas Tata Air DKI Jakarta, Senin (21/9). Sanusi menemukan banyak kepala badan dan kepala dinas yang tak paham persoalan yang terjadi di lapangan. Itu lah yang menyebabkan pembangunan terkadang tak tersasar dengan tepat ke masyarakat.

“Hampir semua realisasi bukan bottom-up. Hasil reses hanya ditampung 10 – 15 persen, sisanya ialah hasil pembahasan kepala bidang dan kepala dinas. Terbukti setiap kami tanya persoalan wilayah, dia (dinas, Red) nggak paham. Berkali-kali kami tanya hasil musrenbang dimasukkan di mana, eksekutif nggak bisa jawab. Hasilnya hanya legal formal atau legalitas,” ujar Sanusi di Gedung Serbaguna DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin siang.

Hasil reses dan musrenbang menurut  Sanusi seharusnya dimasukkan dalam draft perencanaan APBD. Selama ini, hasil musrenbang dan hasil pokok pikiran reses selalu dianggap menjadi persoalan. Padahal, ujar Sanusi, APBD itu merupakan hasil pemikiran dari seluruh elemen, mulai dari masyarakat hingga gubernur.  

“Kemudian karena anggaran terbatas, ada skala prioritas. Dalam skala prioritas ini, terkadang hasil reses tidak terakomodasi dengan baik. Prioritas harusnya yang betul-betul propritas terhadap masyarakat,” ujar dia.

Sanusi tak mempersolakan APBD ke depan akan menggunakan Perda atau kembali menggunakan Pergub. Poin yang paling penting menurut dia, pelaksanaan APBD dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Terlebih, menurutnya, selama ini anggaran belanja yang terserap dengan baik hanya belanja tak langsung. Padahal belanja tak langsung dialokasikan untuk belanja pegawai dan sejenisnya. Sementara untuk belanja langsung seperti belanja infrastruktur justru tak dapat terealisasi secara maksimal.

“Kalau belanja langsung tak terpenuhi, publik rugi. Mereka kerja harus belanja langsung yang diupayakan, bukan belanja tak langsung. Ini yang jadi konsen. Gerak ekonomi itu trige-rnya APBD. Kalau APBD bergerak maka ekonomi Jakarta ikut bergerak,” kata dia. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home