Ekspedisi Penelitian Kegempaan Bantu Mitigasi Bencana Gempa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Institut de Physique du Globe de Paris (IPGP) Prancis, dan Earth Observatory of Singapore (EOS) - Nanyang Technology University (NTU) Singapura, akan meneliti sumber gempa sesar mendatar yang terjadi pada 2012 di cekungan Wharton, Samudera Hindia.
Penelitian kegempaan tersebut akan tergabung dalam ekspedisi penelitian kelautan bernama Marine Investigation of the Rupture Anatomy of the 2012 Great Earthquake (MIRAGE) Expedition.
Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain, berharap ekspedisi kali ini mampu membantu mitigasi bencana gempa bumi sekaligus memproyeksikannya, khususnya bagi wilayah Indonesia.
“Ekspedisi penelitian ini penting, karena meningkatkan akurasi data dan memberi informasi tentang apa yang sedang dan akan terjadi di Samudera Hindia. Dan, hasilnya bisa digunakan untuk memproyeksi bencana gempa serta mitigasinya,” katanya dalam Kick Off dan Media Gathering Floating Summer School serta MIRAGE di LIPI Jakarta, Selasa (29/6), seperti dikutip dari situs lipi.go.id.
Harapan lain, kata Iskandar, ekspedisi penelitian kegempaan ini mampu memetakan secara detail struktur, anatomi, dan mekanisme patahan penyebab gempa berkekuatan 8,6 skala richter pada 11 April 2012, di lepas pantai sebelah barat Sumatera. Selain itu, hasil penelitian nantinya juga dapat diaplikasikan di daerah-daerah dengan ciri yang sama.
Sekadar informasi, sumber gempa yang terjadi pada 2012, merupakan gempa bumi sesar mendatar terbesar, yang pernah terekam terjadi di luar zona subduksi dan tidak terprediksi sebelumnya.
Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Nugroho Dwi Hananto, mengatakan masih relatif jarang gempa intra lempeng terjadi di interior lempeng tektonik, karena pada umumnya terjadi di batas lempeng.
Karena itu, kata Nugroho, ekspedisi penelitian gempa tersebut sangat penting untuk melihat proyeksinya ke depan. Selain itu, ekspedisi ini akan memberikan peta gempa baru di wilayah Samudera Hindia, termasuk pula kawasan Sumatera.
Pakar Tektonik EOS – NTU, Paul Tapponier, mengatakan ekspedisi penelitian gempa tentu akan membantu dalam menemukan gempa seperti apa yang menyebabkan tsunami, sehingga pembuat kebijakan dapat membuat rencana mitigasi yang tepat, terutama karena Asia merupakan sarang aktivitas tektonik.
“Lihat saja, sudah dua gempa besar berskala 6,6 dan 7,8 skala richter terjadi di pantai barat Sumatera. Getarannya bahkan hingga Singapura, di mana wilayahnya tidak terdapat aktivitas tektonik sama sekali,” kata Paul.
Sementara itu, untuk ekspedisi penelitian sendiri, tim ekspedisi akan diberangkatkan dari Kolombo 1 Juli 2016 ke cekungan Wharton, timur laut Samudera Hindia. Mereka akan kembali lagi pada 31 Juli 2016 mendatang dengan menggunakan kapal riset Marion Dufresne milik Prancis.
Peserta ekspedisi melibatkan sembilan peneliti dari LIPI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Universitas Hasanuddin, dan Universitas Padjadjaran, dengan didukung oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya serta Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI). Sedangkan, peneliti asing yang terlibat sejumlah 21 orang dari Singapura, Prancis, Myanmar, Korea Selatan, dan India.
Selama berlangsungnya ekspedisi, akan diselenggarakan pula pelatihan atau floating summer school yang dikenal sebagai "the 1st ASEAN, IOC WESTPAC Indian Ocean Floating Summer School on Marine Geoscience and Geohazard".
Pelatihan itu, ditujukan bagi peneliti muda dan mahasiswa dari perwakilan negara ASEAN dan IOC Westpac (Komisi Oseanografi Internasional Pasific Barat) dalam bidang riset geosains kelautan untuk mitigasi bencana.
Editor : Sotyati
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...