Eropa Dinilai Belum Siap Atasi Pengungsi Jelang Musim Dingin
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Ancaman baru datang bagi pengungsi asal Suriah dan Irak yang sedang berupaya untuk mencari rumah baru di Eropa dan negara-negara lain di Timur Tengah yaitu musim dingin.
Badan pengungsi milik PBB (UNHCR) rencananya akan menyediakan USD 81 juta ke Uni Eropa dalam program ‘winterization’ pekan ini dalam upaya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh para pengungsi yang melintasi perbatasan Eropa setiap hari.
Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi Antonio Gueterres mengatakan cuaca dingin dan gelombang dahsyat di laut sementara mungkin akan memperlambat pergerakan pengungsi dari Suriah ke Eropa musim dingin ini. Tapi situasi ini sangat mendesak untuk lebih dikoordinasikan dengan baik karena suhu sudah semakin menurun.
Rencananya, Gueterres yang akan hadir di Wina dalam beberapa hari ke depan akan membahas cara tepat melindungi pengungsi yang sudah sampai di Eropa maupun yang baru datang dan memastikan tempat penampungan cukup hangat untuk para pengungsi sepanjang musim dingin.
“Jangan lupa krisis di Suriah yang sedang terjadi saat ini, pertempuran terus menerus terjadi dan tidak ada harapan,” kata Gueterres kepada Foregin Policy pada hari Selasa (27/10). “Kami percaya tekanan ini akan berlalu. Mungkin angka pengungsi akan turun tapi tidak dengan kecemasan dan keputusasaan rakyat Suriah.”
Secara terpisah, program winterization sudah berlangsung untuk jutaan pengungsi yang tinggal di Timur Tengah, tetapi pendanaannya kian merosot. Dana tersebut sebagian digunakan untuk membantu melindungi bangunan atau tenda yang terbengkalai di mana pengungsi banyak tinggal di situ. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk membeli pakaian hangat dan bahan bakar untuk menghangatkan rumah pengungsi.
Misalnya, program USD 66 juta di Irak, 52 persen di antaranya didanai oleh UNHCR dan memperingatkan bahwa setengah juta orang terpaksa tidak mendapatkan jatah bahan bakar di musim dingin ini.
Lebih dari 700.000 orang telah tiba di Eropa melalui laut tahun ini dan 3000 di antaranya meninggal dalam perjalanan berbahaya di laut Mediterania. Uni Eropa termasuk Yunani dan Italia bahkan telah kewalahan menghadapi pengungsi yang datang setiap harinya.
Perselisihan atas rencana kuota yang diusulkan membuat blok Uni Eropa terpisah. Jerman, misalnya telah mengakui kemungkinan akan menerima setidaknya 800.000 pengungsi tahun ini, sementara Hungaria baru-baru ini membangun pagar untuk mencegah pengungsi masuk ke wilayah mereka. pada hari Rabu (28/10), Slovenia mengancam akan melakukan hal yang sama jika tidak menerima bantuan langsung dari rencana baru yang didukung oleh beberapa negara anggota Uni Eropa dan para pemimpin Balkan.
Musim panas ini, Berlin mendapat serangan dari sayap kanan pemimpin Uni Eropa, termasuk Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban setelah Kanselir Jerman Angela Merkel mengumumkan pengungsi akan disambut di Jerman bahkan jika paspor mereka belum dicap.
Orban menyalahkan Jerman atas kebijakan –yang dianggap ilegal berdasarkan hukum Uni Eropa – untuk puluhan ribu pengungsi yang memenuhi stasiun kereta Hungaria dan pengungsi yang telah sampai di perbatasan berharap dapat cepat sampi di Jerman dalam minggu-minggu berikutnya.
Tapi Guterres menepis anggapan itu. Dia menilai bahwa pengungsi yang ingin cepat-cepat masuk ke Eropa buka karena politik melainkan rasa takut bahwa semua batas-batas internal di dalam Uni Eropa akan ditutup.
“Saya tidak pernah melihat pengungsi mengatakan mereka pindah karena deklarasi politik dari Jerman,” kata dia. “Saya pikir bahwa penutupan perbatasan memiliki dampak yang lebih dalam mendorong orang untuk bergerak secepat mungkin daripada memikirkan sikap di beberapa negara Uni Eropa.” (foreignpolicy.com)
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...