Ex Penasihat Paus: Umat Kristen Pilih Inggris Keluar dari UE
LONDON, SATUHARAPAN.COM - Suasana memanas kian terasa di Inggris saat makin dekatnya penyelenggaraan referendum Brexit, untuk menentukan apakah negara itu tetap bertahan atau keluar dari Uni Eropa (UE).
Pendapat masyarakat Inggris terbagi, termasuk di kalangan tokoh-tokoh terkemuka. Berbagai sudut pandang dikemukakan, termasuk sudut pandang iman. Kali ini, Kristen.
Seorang profesor dan mantan penasihat Paus Johanes Paulus II bernama Ingrid Detter de Frankopan, menurunkan tulisan yang cukup panjang di express.co.uk, yang meminta agar orang Kristen memilih Inggris keluar dari UE.
Salah satu alasannya ialah karena UE selama ini telah mengabaikan orang-orang Kristen di negara-negara persemakmuran, dan lebih mengutamakan migran dari negara-negara non-UE.
Mantan pengajar pada St. Antony’s College and Lady Margaret Hall at Oxford University ini menuduh, demi uang, UE telah membunuh semua tradisi Kristen di Eropa. Dan demi klub Eropa yang ia sebut egois, yaitu UE itu sendiri, UE telah mengabaikan penderitaan negara-negara sedang berkembang yang tergabung dalam persemakmuran (Inggris).
Ia mengatakan, banyak yang berpikir selama ini bahwa tugas utama orang Kristen di UE ialah membantu kaum miskin di negara-negara sedang berkembang, terutama yang menjadi anggota negara-negara persemakmuran Inggris. Namun, kata dia, UE justru menolak untuk melakukan hal ini.
Bahkan, menurut dia, UE justru menyebabkan kemiskinan yang lebih serius. Menurut dia, banyak orang Kristen di negara-negara berkembang yang menjadi anggota persemakmuran, tertegun ketika menyadari bahwa mereka ditinggalkan tidak hanya oleh negara Ibu tua (Eropa), tapi bahkan oleh Gereja.
Menurut penasihat Paus Johanes Paulus II antara tahun 1984 dan 2005 ini, keinginan Eropa untuk menjadi multikultur dengan menerima pengungsi hanyalah semu. Padahal, kata dia, orang-orang yang menjadi penduduk negara-negara persemakmuran itu sendiri adalah suatu multikultur, yang bahkan lebih sejati.
"Tapi kita mengabaikan itu semua dan pergi untuk bergabung dengan klub egois UE," tulis dia, yang diterbitkan pada 22 Juni 2016.
"Dengan mendukung 'Kampanye Inggris Tetap di UE,' beberapa gereja justru mempromosikan aliran migran lebih lanjut dari latar belakang budaya dan agama yang sama sekali berbeda, hampir semua Muslim, dari Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia ke UE," kata dia.
"Saya tidak berbicara tentang pengungsi miskin dari zona perang, para pengungsi nyata yang, tentu saja, pantas mendapat bantuan dan belas kasih kita. Saya berbicara tentang skema yang tidak sah dan hampir tidak dikenal dan rahasia oleh UE untuk mendorong warga di negara-negara non-UE pindah ke UE," lanjut dia.
"Laporan mengkhawatirkan mencerminkan ambisi UE untuk mendorong lebih banyak migrasi ke negara-negara Uni Eropa untuk membantu dalam kasus kebutuhan tenaga kerja. Tapi tidak ada yang mengatakan bahwa tingkat pengangguran di Uni Eropa berjalan pada 8,9 persen, dengan 21.651.000 pengangguran di Uni Eropa pada tahun 2016," tulis dia lagi.
Di sisi lain ia menegaskan bahwa jika alasan menerima migran adalah untuk menciptakan UE yang multikultur, sesungguhnya penduduk di negara-negara persemakmuran Inggris jauh lebih multikultural.
Ironisnya, kata dia, negara-negara persemakmuran itu justru menderita oleh kebijakan UE. Mereka terkena praktik dumping dan sikap proteksionistis dari UE.
"Negara-negara Persemakmuran kaya, seperti India, memiliki ekonomi booming dan itu akan jauh lebih baik bagi Inggris untuk melakukan perdagangan dengan negara itu dibandingkan dengan UE," tulis dia.
"Namun elemen yang paling penting dari seorang Kristen dalam debat ini adalah untuk menghormati iman mereka dan sudah barang tentu memberikan beberapa prioritas kepada mereka dengan siapa kita berbagi sejarah yang sama dan, setidaknya dalam banyak kasus, iman Kristen kita. Jadi sudah tentu kita harus mempromosikan dan melindungi kepentingan negara-negara Persemakmuran daripada memperluas perbatasan kita untuk mengangkut ke Eropa gelombang migrasi Muslim yang melimpah," kata dia.
"Kita harus mengambil kesempatan untuk meninggalkan selagi bisa: UE dimulai dengan tujuan mulia, tetapi di suatu tempat di sepanjang garis itu telah dibajak oleh orang-orang yang hanya termotivasi oleh keserakahan dan ambisi mereka sendiri untuk kekuasaan. Uni Eropa sekarang diatur oleh birokrat yang tidak terpilih tanpa akuntabilitas apapun kepada siapa pun!"
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...