Fadli Nilai Penundaan Eksekusi Mati Warga Prancis Tepat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon memandang penundaan eksekusi warga negara Prancis, Serge Areski Atlaoui, tepat. Menurut dia, hal tersebut tidak sesuai dengan UU No 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
“Menurut saya ada benarnya, karena UU No 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati mengatakan apabila kejahatan dilakukan lebih dari satu orang, maka eksekusi dilakukan bersamaan terhadap para terpidana mati, hal tersebut juga sudah dibenarkan Jaksa Agung,” kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, usai bertemu dengan pihak keluarga Serge Areski Atlaoui, pada Senin (4/5).
UU No 2/PNPS/1964 Pasal 2 ayat (2) menyatakan, Pidana mati yang dijatuhkan atas diri beberapa orang di dalam satu putusan dilaksanakan serempak pada waktu dan tempat yang sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaan demikian itu.
Fadli menjelaskan, dalam pertemuan dengan pihak keluarga Serge, dia mendapat penjelasan kronologi kejadian yang menimpa warga negara Prancis tersebut. Kata Politisi Partai Gerindra itu, pihak keluarga mempertanyakan kenapa hanya Serge–teknisi mesin–saja yang akan menjalani eksekusi mati, sementara direktur pabrik ekstasi, Budi Sucipto, dan komisarisnya Benny Sudrajat masih menunggu hasil putusan PK (Peninjauan Kembali).
“Ini terlihat aneh, pemilik pabrik sudah setahun lebih, sementara Serge ini cepat dan tidak didalami secara proporsional, keputusannya apa pun pihak keluarga Serge minta dihukum bersama,” ujar Fadli.
Serge diringkus pada 2005 silam karena terlibat dalam aktivitas pabrik ekstasi di Cikende, Banten, sebagai teknisi mesin.
Pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 4.000 meter persegi itu berkapasitas produksi 100 kilogram ekstasi per minggu. Dengan satu kilogram ekstasi berisi 10.000 butir pil, dan tiap butirnya laku dijual Rp 100.000, maka pabrik itu setiap minggunya memiliki omset Rp 100 miliar.
Selain Serge, ada delapan orang lain yang ditahan. Mereka adalah Benny Sudrajat alias Tandi Winardi, Iming Santoso alias Budhi Cipto, Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi, Zhu Xuxiong, Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick.
Setelah proses peradilan, Serge akhirnya divonis hukuman mati di tahun 2007. Ini merupakan upaya pengajuan PK pertama Serge.
Sementara itu, direktur pabrik ekstasi tersebut, Budi Sucipto, dan komisarisnya, Benny Sudrajat, kini masih dalam masa menunggu hasil putusan PK. Mereka divonis hukuman mati pada 2006 dan mengajukan PK tahun lalu.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...